Hadis Nikah Mut’ah

Saudara Abu Hassan,

Lanjutan dari artikal nikah mut’ah yang lepas, berikut ini adalah sumber pegangan kami mengapa nikah mut’ah diharamkan sampai ke hari kiamat. Bagaimanapun tidak menghairankan kerana anda tidak mengunapakai hadis Imam Muslim ini – atau anda sekadar memakai hadis yang membenarkan sahaja. Hadis yang melarang tidak laku bagi saudara sekalipun sumber riwayatnya dari Imam Ali r.a!

Hadis mengizinkannya :

1. Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah r.a katanya:

“Kami pernah berperang bersama Rasullah s.a.w. dan bersama kami tiada orang-orang perempuan. Lalu kami berkata, “ Apakah tidak lebih baik kalau kami melakukan pengembirian?” Beliau s.a.w. melarang kami berbuat demikian, kemundian beliau s.a.w memberikan kelonggaran kepada kami untuk mengawini perempuan, dengan memberikan sehelai kain untuk masa yang ditentukan. Kemudian itu Abdullah membacakan ayat :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Q.S al Maidah ayat 87)

2. Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah dan Salamah bin Akwa’ r.a  katanya :

“ Datang kepada kami orang yang disuruh Rasullah s.a.w menyiarkan sesuatu, katanya “Sesungguhnya Rasullah s.a.w. mengizinkan  kamu melakukan nikah mut’ah”.

Hadis Larangan :

3. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Salamah r.a. katanya :

“Rasullah s.a.w  memberi kelonggaran melakukan nikah Mut’ah di tahun Authas ( waktu penaklukan Makkah) selama 3 hari kemudian baginda melarangnya”

4. Imam Muslim meriwayatkan dari sabrah Al Juhaniyyi r.a mengatakan :

“ Bahawa dia pernah bersama Rasullah s.a.w. dan beliau s.a.w bersabda : Hai orang banyak! Sesunggunya akau pernah mengizinkan kamu melakukan nikah mut’ah dengan perempuan , tetapi sekarang  sesungguhnya Allah telah melarang itu sampai hari kiamat. Sebab itu siapa di antara kamu yang masih mempunyai perempuan itu, hendaklah di suruhnya pergi dan jangan kamu minta kembali apa yang telah kamu berikan, barang sedikitpun.”

5. Imam Muslim meriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib r.a mengatakan :

“Bahawa Rasullah s.a.w. melarang nikah Mut’ah di hari perang Khaibar dan melarang memakan daging keledai jinak”

Saudara,

Hadis ke lima di atas adalah hadis yang sama diriwayat oleh kitab Syiah sendiri – rujuk Ali berkata, “Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengharamkan pada Perang Khaibar daging himar jinak dan nikah mut’ah.” (At-Tahdzif Juz II/186) , adakah saudara lepas pandang , atau masih bertaqiah?

Rujukan: Terjemahan Hadis Sahih Muslim Oleh Fachuruddin HS, Penerbit Bulan Bintang 1978, MS 153-154

Kuliah Tambahan :

Kelaurga Ali bin Abi Thalib ra

Kelaurga Ali bin Abi Thalib ra

Dia adalah cucu Abdul Mutthalib, sepupu Rasulullah saw. Dia dilahirkan oleh Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf. Fatimah adalah wanita Bani Hasyim pertama yang melahirkan keturunan dari Bani Hasyim. Masuk Islam di Mekah lalu hijrah ke Madinah dan wafat pada zaman Rasulullah saw.

Ali bin Abi Thalib menikah dengan Fatimah puteri Rasulullah saw. Kemudian lahirlah Hasan, Husein dan Muhassin dari pernikahan ini. Tetapi Muhassin wafat tatkala masih kecil.

Putera-Puteri yang lain

1.Muhammad bin Hanafiah. Ia dilahirkan oleh Khaulah binti Ja’far, dari Bani Hanifah.

2,3. Umar bin Ali dan saudirnya Ruqayyah al Kubro

4. Al Abbas al Akbar bin Ali, disebut juga asSaqa. Ia terbunuh bersama Husein

5,6,7,8. Usman, Ja’far, Abdullah dan Banu Ali. Mereka saudara seayah dan seibu al Abbas al Akbar. Adapun ibu mereka adalah Ummul Banin al Kilabiyah.

9,10. Ubaidullah dan Abu Bakar. Mereka tidak punya keturunan. Mereka dilahirkan oleh Laila binti Mas’ud anNahsyaliyyah

11. Yahya bin Ali. Meninggal saat masih kecil. Lahir dari Asma’ binti Umais

12. Muhammad bin Ali alAshghar ibumya adalah seorang budak yang bernama Daraj.

13.,14. Ummul Hasan dan Ramlah. Mereka dilahikan Ummu Sa’d binti Urwah bin Mas’ud ats Tsaqofi.

15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25.Zaenab as Sughra, Ummu Kultsum as Sughra, Ruqayyah as Sughra, Ummu Hani’, Ummul Kiram, Umu Ja’far (nama aslinya Jumanah), Ummu Salamah, Maimunah, Khadijah, Fatimah, dan Umamah. Mereka ini dilahirkan dari para ibu yang berbeda-beda.

 

Rujukan : Sejarah Rasullah Oleh Syekh Imam Al-Hafiz Abu Muhammad Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al-Maqdisy –semoga Allah SWT meridhainya

Surat Kepada Saudara Abu Hassan : Nikah Mutah Syiah

Saudara Abu Hasan,

Saudara sering mendakwa Syiah  adalah mazhab kebenaran, Syiah mengunakan akal, malah kata-kata  akal menjadi hujah saudara di mana-mana saja.  Demikian unggulnya akal!

Jika demikian bacalah risalah berikut dan nilaikan dengan akal. Mut’ah adalah gula-gula dan bonus untuk orang masuk Syiah. Saudara pernah berkata Umar r.a yang mengharamkan, bukan Allah dan Rasulnya !

KAWIN KONTRAK
TRADISI KAUM SYI’AH

Dalam urusan nikah mut’ah Syi’ah memiliki banyak keburukan, kekejian, hal-hal yang menjijikkan dan kebodohan terhadap Islam. Mereka mengangkat nilai setiap keburukan dan meninggikan setiap yang kotor. Mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah (berupa zina) atas nama agama dan dusta terhadap para Imam. Mereka membolehkan semua yang mereka mau, mereka membiarkan nafsu tenggelam dalam kelezatan yang menipu dan kemungkaran-kemungkaran. Mut’ah adalah sebaik-baik saksi dan bukti, mereka telah menghiasi mut’ah dengan segala kesucian, keagungan dan keanggunan, hingga mereka menjadikan balasan pelakunya adalah surga -Naudzubillah-, mereka memperbanyak keutamaan-keutamaan mut’ah dan keistimewaannya, seraya menyesatkan -sebagaimana lazimnya- orang-orang yang mereka jadikan sebagai tawanan bagi ucapan-ucapan mereka yang dusta. Di antaranya ialah:

Al-Kasyani dalam tafsirnya, berbohong atas Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, mereka mengatakan bahwa beliau bersabda, Telah datang kepadaku Jibril darl sisi Tuhanku, membawa sebuah hadiah. Kepadaku hadiah itu adalah menikmati wanita-wanita mukminah (dengan kawin kontrak). Allah belum pernah memberikan hadiah kepada para nabipun sebelumku, Ketahuilah mut’ah adalah keistimewaan yang dikhususkan oleh Allah untukku, karena keutamaanku melebihi semua para nabi terdahulu. Barangsiapa melakukan mut’ah sekali dalam umurnya, la menjadi ahli surga. Jika laki-laki dan wanita yang melakukan mut’ah berter di suatu tempat, maka satu malaikat turun kepadanya untuk menjaga hingga mereka berpisah. Apabila mereka bercengkerama maka obrolan mereka adalah berdzikir dan tasbih. Apabila yang satu memegang tangan pasangannya maka dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan bercucuran keluar dari jemari keduanya. Apabila yang satu mencium yang lain maka ditulis pahala mereka setiap ciuman seperti pahala haji dan umrah. Dan ditulis dalam jima’ (persetubuhan) mereka, setiap syahwat dan kelezatan satu kebajikan bagaikan gunung-gunung yang menjulang ke langit. Jika mereka berdua asyik dengan mandi dan air berjatuhan, maka Allah menciptakan dengan setiap tetesan itu satu malaikat yang bertasbih dan menyucikan Allah, sedang pahala tasbih dan taqdisnya ditulis untuk keduanya hingga hari Kiamat.” (Tafsir Manhaj Asshadiqin Fathullah Al-Kasyani)

Mereka juga berdusta atas nama Ja’far Ash-Shadiq, alim yang menjadi lautan ilmu ini! dikatakan oleh mereka telah bersabda: “Mut’ah itu adalah agamaku dan agama bapak-bapakku. Yang mengamalkannya, mengamalkan agama kami dan yang mengingkarinya mengingkari agama kami, bahkan ia memeluk agama selain agama kami. Dan anak dari mut’ah lebih utama dari pada anak istri yang langgeng. Dan yang mengingkari mut’ah adalah kafir murtad.” (Tafsir Manhaj Asshadiqin Fathullah Al-Kasyani hal.356)

Mereka juga berbohong atas nama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, mereka mengatakan bahwa beliau bersabda: “’Barangsiapa melakukan mut’ah sekali dimerdekakan sepertiganya dari api neraka, yang mut’ah dua kali dimerdekakan dua pertiganya dari api neraka dan yang melakukan mut’ah tiga kali dimerdekakan dirinya dari neraka.”

Mereka menambah tingkat kejahatan dn kesesatan merea dengan meriwayatkan atas nama Rasulullah Shallallhu‘alihi wasallam: “Barangsiapa melakukan mut’ah dengan seorang wanita Mukminah, maka seoloh-olah dia telah berziarah ke Ka’bah (berhaji sebanyak 70 kali).(‘Ujalah Hasanah Tarjamah Risalah Al Mut’ah oleh Al-Majlisi Hal.16).

Mut’ah, Rukun, Syarat dan Hukumnya

Fathullah Al-Kasyani menukil di dalam tafsirnya sebagai berikut, “Supaya diketahui bahwa rukun akad mut’ah itu ada lima: Suami, istri, mahar, pembatasan waktu (Taukit) dan shighat ijab qabul.” (Tafsir Manhaj Asshadiqin Fathullah Al-Kasyani hal.357)

Dia menjelaskan, “Bilangan pasangan mut’ah itu tidak terbatas, dan pasangan laki-laki tidak berkewajiban memberi nama, tempat tinggal, dan sandang serta tidak saling mewarisi antara suami-istri dan dua pasangan mut’ah ini. Semua ini hanya ada dalam akad nikah yang langgeng,” (Tafsir Manhaj Asshadiqin Fathullah Al-Kasyani hal.352)

 

Syarat-syarat Mut’ah

  1. Perkawinan ini cukup dengan akad (teransaksi) antara dua orang yang ingin bersenang-senang (mut’ah) tanpa ada para saksi!
  2. Laki-laki terbebas dari beban nafkah!
  3. Boleh bersenang-senang (tamattu’) dengan para wanita tanpa bilangan tertentu, sekalipun dengan seribu wanita!
  4. Istri atau pasangan wanita tidak memiliki hak waris!
  5. Tidak disyaratkan adanya ijin bapak atau wali perempuan!
  6. Lamanya kontrak kawin mut’ah bisa beberapa detik saja atau lebih dari itu!
  7. Wanita yang dinikmati (dimut’ah) statusnya sama dengan wanita sewaan atau budak!

Abu Ja’far Ath-Thusi menukil bahwa Abu Abdillah Alaihis-Salam (Imam mereka yang di anggap suci) ditanya tentang mut’ah apakah hanya dengan empat wanita?

Dia menjawab, “Tidak, juga tidak hanya tujuh puluh.”

Sebagaimana dia juga pernah ditanya apakah hanya dengan empat wanita?

Dia menjawab, “Kawinlah (secara mut’ah) dengan seribu orang dari mereka karena mereka adalah wanita sewaan, tidak ada talak dan tidak ada waris dia hanya wanita sewaan.”(At-Tahdzif oleh Abu Ja’far Aht-Thusi, Juz III/188)

Mereka menisbatkan kepada imam keenam. yang ma’shum dia bersabda, “Tidak mengapa mengawini gadis jika dia rela tanpa ijin bapaknya.” (At-Tahdzif Al-Ahkam juz VII/256)

Mereka menisbatkan kepada Ja’far Ash-Shadiq, dia ditanya, “Apa yang harus, saya katakan jika saya telah berduaan dengannya?” Dia berkata, engkau cukup mengatakan ,aku mengawinimu secara mut’ah (untuk bersenang-senang saja) berdasarkan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, tidak ada yang mewarisi dan tidak ada yang diwarisi, selama sekian! hari.Jika kamu mau, sekian tahun, Dan kamu sebutkan upahnya, sesuatu yang kalian sepakati sedikit atau banyak.(Al-Furu’ Min Al Kafi Juz V/455)

Demikianlah kawin mut’ah dalam agama Syi’ah yang dengannya mereka menipu orang-orang bodoh dari kalangan orang-orang yang awam, seraya menyihir mata mereka dengan berbagai macam atraksi sulap dan sihir serta, mengada-ada ucapan dusta, atas nama Allah dan Rasul-Nya.

Bantahan terhadap Kebolehan Mut’ah

Sesungguhnya nikah mut’ah pernah dibolehkan pada awal Islam untuk kebutuhan dan darurat waktu itu kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengharamkannya untuk selama-lamanya hingga hari Kiamat. Beliau malah mengharamkan dua kali, pertama pada waktu Perang Khaibar tahun 7 H, dan yang kedua pada Fathu Makkah, tahun 8 H.

Mereka [Syi’ah sendiri] meriwayatkan bahwa Ali berkata, “Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengharamkan pada Perang Khaibar daging himar jinak dan nikah mut’ah.” (At-Tahdzif Juz II/186) Riwayat inipun terdapat dalam sahih Bukhari. Maka semakin jelas tentang agama mereka yang dibangun atas dasar rekayasa, ucapan mereka bertentangan satu sama lain. Maka kami membantah kalian wahai Syi’ah !!, dengan kitab-kitab kalian sendiri.

Ini adalah salah satu sebab yang membuat mereka berakidah taqiyah (berbohong). Padahal perlu diketahui bahwa dalam agama Syi’ah tidak boleh melakukan taqiyah dalam mut’ah, la taqiyyata fi al-mut’ah (tidak ada taqiyah dalam mut’ah).

Ali, Umar dan Ibnu Abbas Berlepas Diri

Kemudian, Umar tidak pernah mengatakan, “Mut’ah halal pada zaman Nabi dan saya melarangnya!” Tetapi mut’ah dulu halal dan kini Umar menegaskan dan menegakkan hukum keharamannya. Yang demikian itu karena masih ada orang yang melakukannya. Adapun dia mengisyaratkan bahwa dulu memang pernah halal, ya, akan tetapi beberapa waktu setelah itu diharamkan. Di antara yang menguatkan lagi adalah pelarangan ‘Ali ketika menjadi khalifah.

Syi’ah tidak memiliki bukti dari Salaf Shalih kecuali dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu, akan tetapi Ibnu abbas sendiri telah rujuk dan mencabut kembali kebolehannya kembali kepada pengharamannya, ketika di mengetahui larangan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia (Ibnu Abbas) telah berkata : “Sesungguhnya hal ini perlu saya jelaskan agar sebagian Syi’ah Rafidhoh tidak berhasil mengelabui sebagian kaum Muslimin.” (Sunan Al-Baihaqi 318 100 ; muhammad Al-Ahdal, hal. 251-252)

Sebagaimana kitab Syi’ah sendiri menyebutkan keharamannya, dan Imam Syi’ah ke-enam [yang diangap suci dari kesalahan] telah berkata kepada sebagian sahabatnya : “Telah aku haramkan mut’ah atas kalian berdua” (Al-Furu’ min Al-Kafi 2 48).

Adapun dalil mereka dengan sebagian hadits-hadits yang ada pada kitab Shahih Ahlussunnah maka hadits-hadits tersebut telah dinasakh [dihapus hukumnya]. Hal ini menjadi jelas dari hadits-hadits yang datang mengharamkan setelahnya. Di antara yang menunjukkan mut’ah bukan nikah adalah mereka [syi’ah] memandang bahwa mut’ah boleh dengan berapa saja sekalipun seribu wanita. Ini adalah menyalahi Syari’at yang hanya membolehkan [paling banyak] empat wanita.

Diterbitkan oleh Majelis Ta’lim 
“ANSHORUSSUNNAH”

Shaf Anak Anak Lelaki Bersama dengan Orang-orang Lelaki di Dalam Shalat Jenazah



Shahih Bukhari -Imam Bukhari-

Kitab Jenazah

Bab 54: Shaf Anak Anak Lelaki Bersama dengan Orang-orang Lelaki di Dalam Shalat Jenazah

664. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah lewat dekat sebuah kuburan yang baru semalam dikuburkan, (dan beliau bertanya tentang orang itu, “Siapakah ini?” Mereka menjawab, “Fulan.” 2/93). Lalu beliau bertanya lagi, “Kapan mayit ini dikuburkan?” Mereka menjawab, “(Dikuburkan 2/90) tadi malam.” Nabi bertanya, “Mengapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?” Mereka menjawab, “Kami kuburkan ia tengah malam yang sangat gelap. Karena itu, kami tidak mau membangunkan engkau.” Nabi berdiri, dan kami berbaris di belakang beliau untuk shalat.” Ibnu Abbas berkata, “Aku ketika itu berada di antara mereka, lalu beliau menshalatinya, (dan bertakbir empat kali).”


Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari – M. Nashiruddin Al-Albani – Gema Insani Press (HaditsWeb)

 

IKTIKAF

IKTIKAF

Nabi sallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda

 

Maksudnya:

“Aku pernah beriktikaf pada sepuluh hari pertama bulan Ramadan agar mendapatkan malam Lailatul Qadar. Kemudian aku beriktikaf pada sepuluh malam perte­ngahan. Tiba-tiba Jibril mendatangiku dan berkata, ‘Malam itu ada di sepuluh malam terakhir.’ Kerana itu, bagi orang yang ingin beriktikaf, hendaklah dia beriktikaf di malam-malam itu. “ [1]

Dalam kitab Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim disebutkan bahawa Aisyah r.a berkata:

Nabi sallallahu ‘alayhi wa sallam selalu beriktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan sehingga Allah mewafatkannya. Kemudian isteri-isterinya membiasakan  diri beriktikaf pada hari-hari itu setelah baginda wafat.” [2]

Dalam hadith yang lain  menyebut Nabi sallallahu ‘alayhi wa sallam selalu beriktikaf pada bulan Ramadan selama sepuluh hari. Dan pada tahun wafatnya, baginda beriktikaf selama 20 hari. [3]

Kesimpulan:

Rasulullah s.a.w selalu melakukan iktikafpada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Yang dimaksud dengan iktikaf adalah berusaha untuk selalu berada di masjid dengan tujuan melakukan ketaatan kepada Allah s.w.t dengan khusyuk. Iktikaf merupakan salah satu sunnah yang telah ditetapkan dalam Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.

Iktikaf juga bermaksud memutuskan semua interaksi dengan orang lain agar seseorang dapat lebih tenang melaksanakan ibadah. Iktikaf dilakukan di dalam masjid dengan tujuan mengharapkan keutamaan serta menjumpai Lailatul Qadar. Oleh itu, orang yang sedang beriktikaf harus menyibukkan dirinya dengan berzikir, membaca al-Quran, solat, dan ibadah-ibadah lainnya, di samping menghindarkan diri dari urusan dunia yang tidak penting baginya.

Petikan : Hikmah Berpuasa Di Bulan Ramadan Oleh Dr. ‘Aid Abdullah Al Qarni, Mukasurat  104-106


[1]Riwayat Muslim no 215 dalam kitab as Shiyam

[2] Diriwayat Bukhari no 2026 dan Muslim no 5 dalam kitab al iktikaf

[3] Diriwayat Bukhari no 2044

KEUTAMAAN 10 HARI TERAKHIR RAMADAN

KEUTAMAAN 10 HARI TERAKHIR RAMADAN

Dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah riwayat dari Aisyah r.a bahawa:

 

Maksudnya: “Nabi sallallahu ‘alayhi wa sallam bersungguh-sungguh dalam beribadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. “[1]

Dalam kitab Sahih Bukhari Muslim juga disebutkan bahawa Aisyah r.a berkata:

 

 

Maksudnya :“Ketika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadan Nabi sallallahu ‘alayhi wa sallam mengetatkan kain sarungnya, menghabiskan waktu malamnya untuk beribadah, dan membangunkan keluarganya[2]

Dalam kitab Musnad Imam Ahmad, Aisyah r.a berkata:

 

Maksudnya: “Nabi sallallahu ‘alayhi wa sallam mengisi waktu dua puluh hari pertama bulan Ramadan dengan solat dan tidur, tetapi jika telah memasuki sepuluh hari terakhir, baginda bersungguh-sungguh beribadah dan mengetatkan kain sarungnya. “

Kesimpulan: Sepuluh hari terakhir bulan Ramadan sangat istimewa dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Pada hari-hari tersebut, Nabi sallallahu ‘alayhi wa sallam selalu bersungguh-sungguh dan memperbanyak ibadah: Solat,membaca Al Quran, berzikir, bersedekah,Qiamulail dan sebagainya. Nabi mengetatkan kain sarungnya, iaitu menjauhkan dirinya dari isteri-isterinya dan menghabiskan semua waktunya untuk solat dan berzikir. Semua itu baginda lakukan kerana kemuliaan malam-malam tersebut, selain terdapat malam Lailatul Qadar di dalamnya, iaitu suatu malam yang jika seseorang menjalankan ibadah dengan penuh keimanan dan harapan, maka Allah s.w.t akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

Petikan : Hikmah Berpuasa Di Bulan Ramadan Oleh Dr. ‘Aid Abdullah Al Qarni, Mukasurat  102-103


[1]Riwayat Muslim no 1175

[2] Riwayat Muslim no 1174 dan Bukhari no 2024

HAWA NAFSU DIPIMPIN IMAN

Dari Abi Muhammad ‘Abdillah bin ‘Amru bin al-As radiyal­lahu ‘anhuma katanya: Rasulullah sallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: Tidak beriman seorang kamu sehingga adalah hawanya (kemahuannya atau kecenderungannya) mengikut kepada apa yang aku bawa dengan dia.

Hadith hasan lagi sahih, kami riwayatkannya dalam kitab “al­Hujjah”[1] dengan isnad yang sahih.

Maksud firman Allah :

Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun?

– AlQasas :50

Petunjuk  Hadith:

  1. Menunjukkan bahawa orang yang sempurna iman ialah orang yang hawa nafsu mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah sallallahu ‘alayhi wa sallam; dan bahawa orang yang tiada beriman (kafir) ialah orang yang menolak sama sekali apa yang dibawanya; dan bahawa orang yang fasiq ialah orang yang mengikuti iman yang dibawanya tetapi meninggalkan yang lainnya; dan bahawa orang yang munafiq ialah orang yang menempatkan amalan yang dibawa Rasulullah, tetapi batinnya atau hatinya tetap menolak iman itu pada keseluruhannya.
  2. Menunjukkan bahawa hawa nafsu adalah halangan yang terbesar sekali untuk mengikuti jalan yang benar, jalan yang ditunjukki Rasulullah, sehingga orang yang beriman tidak mungkin mencapai darjat kesempurnaan imannya selagi dia dipengaruhi oleh hawa nafsunya. Oleh yang demikian, maka wajiblah ia berusaha menunduk dan menguasainya, dan ini adalah satu perjuangan yang utama.

Petikan : Hadith 40 – Terjemahan dan Syarahnya , Dewan Pustaka Fajar – Hadith no 41

 


[1] Karangan seorang ahli fiqh yang zahid bernama Ab! al-Qasim Isma’il bin Muhamad bin al-Fadl al-Asfahani –  Kitab ini membahas i’tiqad ahl al-Sunnah.

 

KEAMPUNAN ALLAH

Maksudnya :

Dari Anas radiyallahu ‘anh katanya: Aku dengar Rasulullah sallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Allah telah berfirman:  Hai Anak Adam! Sesungguhnya engkau, selama engkau berdoa dan berharap kepadaKu,  Aku ampuni bagi engkau di atas dosa yang ada pada engkau dan Aku tiada peduli.  Hai Anak Adam!  Kalau telah sampai sekelian dosa engkau ke awan langit kemudian itu engkau memohon keampunan Ku,  nescaya  Aku ampuni bagi engkau. Hai Anak Adam! Sesungguhnya kalau engkau datang kepada Ku dengan kesalahan-kesalahan sepenuh bumi (ini) kemudian itu engkau menemui Aku pada hal tiada engkau mempersekutukan Aku dengan sesuatu, nescaya Aku berikan kepada engkau keampunan dengan sepenuh bumi. “ Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dan ia berkata: Hadith ini hasan lagi sahih.

Petunjuk  Hadith:

  1. Menunjukkan bahawa Allah memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada manusia untuk mendapat keampun­anNya. Maka terserahlah kepadanya untuk menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya demi kebahagian hidupnya yang abadi. Juga menunjukkan bahawa dosa yang walaubagaimana pun banyaknya, tidaklah menjadi rintangan mendapat keampun­an; asal seorang itu benar-benar insaf dan menyedari kesalahan­nya dan bersedia untuk membersihkannya dengan bertaubat dengan cara yang sesungguhnya.
  2. Menunjukkan bahawa dari kesimpulan hadith tersebut dapat ditetapkan, iaitu untuk memperolehi keampunan Allah memerlukan tiga syarat :
  • Doa serta harapan,
  • Istighfar atau me­mohon keampunan,
  • Tauhid pada i’tiqad atau keper­cayaan. Dan tauhid inilah syarat yang lebih utama dan penting dari yang lainnya. Kerana ketiadaannya tidaklah ada keampunan  sama sekali.

Petikan : Hadith 40 – Terjemahan dan Syarahnya , Dewan Pustaka Fajar – Hadith no 42

BERTAKWALAH KEPADA ALLAH

Dari Abu  DzarJundub bin Junadah dan Abu  ‘Abdul Rahman Mu’adz bin Jabal radiyallahu ‘anhuma  dari Rasulullah sallallahu ‘alayhi wa sallam sabdanya:

Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Dan ikutilah kejahatan dengan mengerja­kan kebaikan, nescaya menghapuskannya. Dan berperangai kepada manusia dengan perangai yang bagus.

Diriwayatkan oleh Al- Tirmizi. Dan katanya: Hadith ini hasan. Dan pada setengah naskhah dikatakan hadIth ini hasan sahih

Petunjuk Hadith :

 

  1. Bahawa hadith tersebut pada keseluruhannya mengan­dungi tiga hukum yang amat penting. Pertama: Hak Allah. Kedua: Hak mukallaf.  Ketiga: Hak hamba. Hak Allah ialah taqwa kepadaNya. Hak mukallaf ialah meng­hapuskan kejahatan yang telah dikerjakannya. Hak hamba ialah elok pergaulan di antara sesama manusia dalam masyarakat. Ketiga-tiga hak ini masuk ke dalam tuntutan dan pengertian taqwa.

 

  1. Bahawa kebaikan yang dikerjakan seseorang dapat meng­hapuskan kejahatannya, yang demikian lenyaplah dosa­nya. Para ‘ulama  telah banyak memperkatakan masalah penghapusan dosa dengan ketiadaan taubat. Mereka telah membahaskan, adakah amal kebaikan (amal saleh) dapat menghapuskan dosa kecil dan dosa besar atau dosa-dosa kecil saja? Di antara mereka banyak yang berpendapat bahawa amal kebaikan hanya dapat menghapuskan dosa kecil saja tidak dosa besar. Inilah yang diriwayatkan dari ‘Atha’ dan ‘ulama’ salaf pada hadith wudu’ yang menya­takan penghapusan dosa kecil.

Petikan : Hadith 40 – Terjemahan dan Syarahnya , Dewan Pustaka Fajar – Hadith no 18

Duduk Di Perkuburan

Duduk Di Perkuburan

 

Ringkasan Shahih Bukhari – M. Nashiruddin Al-Albani – Gema Insani Press

 

647. Anas bin Malik r.a. berkata, “Kami menyaksikan putri Rasulullah. Ia berkata, ‘Rasulullah duduk di atas kubur. Lalu aku melihat kedua mata beliau berlinang. Beliau bersabda, ‘Apakah di antara kalian ada orang yang tidak mencampuri istrinya tadi malam? Abu Thalhah berkata, ‘Aku.’ Beliau bersabda, ‘Turunlah (ke dalam kuburnya 2/93).’ Kemudian ia turun di kuburnya, lantas menguburnya.'” Ibnul Mubarak berkata, “Fulaih berkata, ‘Aku menganggapnya, yakni dosa.’ Abu Abdillah (Imam Bukhari) berkata, “Kata liyaqtarifuu berarti hendaklah mereka berusaha.”

 

681. Ali r.a. berkata, “Kami berada pada suatu jenazah di tanah pekuburuan Gharqad. Kemudian Nabi datang kepada kami, lalu beliau duduk dan kami pun duduk di sekitar beliau. Beliau membawa tongkat panjang (dalam satu riwayat: ranting pohon 7/212) lalu memukul-mukulkannya (ke tanah 6/85) kemudian bersabda, ‘Tidak ada seorang pun di antara kamu, tidak ada jiwa yang diciptakan, kecuali telah ditulis tempatnya di surga atau neraka, kecuali telah ditulis celaka atau bahagia.’ Seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah tidak sebaiknya kita berserah diri saja atas catatan kita dan meninggalkan amal? Karena barangsiapa di antara kita yang termasuk ahli kebahagiaan, maka ia akan mengerjakan amal ahli kebahagiaan. Sedangkan, orang yang termasuk ahli celaka, maka akan mengerjakan perbuatan orang-orang yang celaka?’ Beliau bersabda, ‘Jangan, (beramallah, karena masing-masing akan dimudahkan kepada sesuatu yang untuk itu ia diciptakan 6/86). Adapun yang ahli bahagia, mereka akan dimudahkan untuk melakukan amal ahli bahagia. Orang yang ahli celaka, maka akan dimudahkan kepada amalan orang yang celaka.’ Kemudian beliau membaca ayat, ‘fa ammaaa man a’thaa wattaqaa’ ‘Adapun yang mendermakan dan bertakwa’.”

 

Kitab Hadits Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Oleh : Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Ashqolani.

Hadits ke-60.
Anas Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku menyaksikan putri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dimakamkan, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam duduk di sisi kuburan, aku melihat kedua belah matanya meneteskan air mata. Riwayat Bukhari.

 

Sumber:   HaditsWeb 3.0  – Oleh  Sofyan Efendi

Bagi rakan-rakan yang memerlukannya, boleh  langsung download pada SALAH SATU link sebagai berikut:

  1. http://www.sendspace.com/file/588jtb
  2. http://www.savefile.com/files/880974
  3. http://www.axifile.com/?5830425
  4. http://rapidshare.com/files/42418416/HaditsWeb3_Setup.zip

Nama File: HaditsWeb3_Setup.Zip
Size: 4.7 MB