Bagi Syiah, kitab Al-Quran TIDAK LENGKAP : Celaan Terhadap Al Quran

Celaan Terhadap Al Quran

Sampai pun Al Quran Al Karim, yang semestinya menjadi rujukan penyatu antara kita dan mereka dalam upaya pendekatan diri kepada persatuan, akan tetapi ternyata prinsip-prinsip agama mereka tegak di atas penakwilan ayat-ayatnya dan memalingkan artinya kepada pemahaman yang tidak pernah dipahami oleh para sahabat radhiallahu ‘anhum dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam , dan kepada pemahaman yang tidak pernah dipahami oleh para imam kaum muslimin semoga Allah merahmati mereka- dari generasi yang padanya diturunkan Al Quran.

Bahkan salah seorang ulama terkemuka kota Najef, yaitu Haji Mirza Husain bin Muhammad Taqi An Nuri At Thobarsy, seorang figur yang mereka agungkan sampai-sampai ketika ia wafat pada tahun 1320 H, mereka menguburkannya di kompleks pemakaman Al Murtadhowi di kota Najef, di singgasana kamar Banu Al Uzma binti Sultan An Nashir Lidinillah, yang berupa teras kamar yang menghadap ke Kiblat yang terletak di sebelah kanan setiap orang yang masuk ke halaman Al Murtadhowi dari pintu kiblat di kota Najef Al Asyraf. Suatu tempat paling suci bagi mereka. Ulama kota Najef ini pada tahun 1292 H di saat ia berada di kota Najef di sisi kuburan yang dinisbatkan kepada Imam Ali -semoga Allah memuliakan wajahnya- menuliskan sebuah buku yang ia beri judul: “Fashlul Khithab Fi Itsbati Tahrifi Kitab Rabbil Arbaab.” (Makna judul buku ini: “Keterangan Tuntas Seputar Pembuktian Terjadinya Penyelewengan Pada Kitab Tuhan Para Raja” -pent). Ia mengumpulkan beratus-ratus nukilan dari ulama-ulama dan para mujtahid Syi’ah di sepanjang masa yang menegaskan bahwa Al Quran Al Karim telah ditambah dan dikurangi.

Buku karya At Thobarsy ini telah diterbitkan di Iran pada tahun 1289 H, dan kala itu buku ini memancing terjadinya kontroversi. Hal ini karena dahulu mereka menginginkan agar upaya menimbulkan keraguan tentang keaslian Al Quran hanya diketahui secara terbatas oleh kalangan tertentu dari mereka, dan tersebar di beratus-ratus kitab-kitab mereka, dan agar hal ini tidak dikumpulkan dalam satu buku yang dicetak dalam beribu-ribu eksemplar dan akhirnya dibaca oleh musuh mereka, sehingga buku tersebut menjadi senjata atas mereka yang dapat disaksikan oleh setiap orang. Tatkala para tokoh mereka menyampaikan kritikan ini, penyusun kitab ini menentang mereka, dan kemudian ia menuliskan kitab lain yang ia beri judul: Raddu Ba’dhis Syubhaat ‘An Fashlil Khithab Fi Itsbati Tahrifi Kitab Rabbil Arbaab (Makna judul buku ini: Bantahan Terhadap Sebagian Kritikan Kepada kitab “Keterangan Tuntas seputar pembuktian terjadinya penyelewengan pada kitab Tuhan para raja”. -pent). Ia menuliskan pembelaan ini pada akhir hayatnya, yaitu dua tahun sebelum ia wafat.

Sungguh kaum Syi’ah telah memberikan penghargaan kepadanya atas jasanya membuktikan bahwa Al Quran telah mengalami penyelewengan, yaitu dengan menguburkannya di tempat istimewa dari kompleks pemakaman keturunan Ali di kota Najef. Dan di antara hal yang dijadikan bukti oleh tokoh kota Najef ini bahwa telah terjadi kekurangan pada Al Quran, ialah pada hal: 180, ia menyebutkan satu surat yang oleh kaum Syi’ah disebut dengan nama “Surat Al Wilayah”, pada surat ini ditegaskan kewalian sahabat Ali:

يأيها الذي آمنوا آمنوا بالنبي والولي اللذين بعثناهما يهديانكم إلى الصِّراط المستقيم …إلخ

“Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah engkau dengan seorang nabi dan wali yang telah Kami utus guna menunjukkan kepadamu jalan yang lurus…dst.” [2]

Demikianlah surat Syi’ah, gaya bahasanya buruk, lucu lagi tidak fasih, ditambah lagi kesalahan fatal dalam ilmu nahwu, membuktikan bahwa itu adalah surat non Arab, hasil rekayasa orang-orang non Arab Persia yang dungu, sehingga mereka mempermalukan diri sendiri dengan menambahkan surat ini. Inilah “Al Quran” yang dimiliki kaum Syi’ah, terdapat kesalahan, dengan gaya bahasa non Arab dan menyalahi ilmu nahwu! Adapun Al Quran milik kita –Ahlusunnah wal Jama’ah- adalah Al Quran dengan bahasa Arab yang nyata tidak ada kesalahan, sarat dengan rasa manis, dan keindahan, bak sebuah pohon yang penuh dengan buah, dan akarnya menghunjam ke dalam bumi, sebagai petunjuk bagi orang yang beriman, penyembuh, sedangkan orang-orang yang tidak beriman telinga mereka tuli dan mata mereka buta.

Dan seorang yang dapat dipercaya, yaitu Ustadz Muhammad Ali Su’udy -beliau adalah kepala tim ahli di Departemen Keadilan di Mesir, dan salah satu murid terdekat Syaikh Muhammad Baduh- berhasil menemukan “Mushaf Iran” yang masih dalam bentuk manuskrip yang dimiliki oleh orientalis Brin, kemudian beliau menukil surat tersebut dengan kamera. Di atas teks Arabnya terdapat terjemahan dengan bahasa Iran (Persia), persis seperti yang dimuat oleh At Thobarsy dalam bukunya: “Fashlul Khithab Fi Itsbati Tahrifi Kitab Rabbil Arbaab.”

Surat ini juga dapat ditemukan dalam buku mereka yang berjudul “Dabistan Mazahib” dengan bahasa Iran (Persia), hasil karya Muhsin Fani Al Kasymiri, buku ini dicetak di Iran dalam beberapa edisi. Surat palsu ini juga dinukilkan oleh seorang pakar sekaligus orientalis yang bernama Noldekh dalam bukunya “Tarikh Al Mashohif” (Sejarah Mushaf-mushaf) jilid: 2 hal: 102, dan yang dipublikasikan oleh Harian Asia-Prancis pada tahun 1842 M, pada hal: 431-439.

Sebagaimana tokoh kota Najef ini berdalil dengan surat Al Wilayah atas terjadinya perubahan pada Al Quran, ia juga berdalil dengan riwayat yang termaktub pada hal: 289, dari kitab “Al Kafi” (Judul lengkap Kitab ini ialah: Al Jami’ Al Kafi, karya Abu Ja’far Ya’qub Al Kulaini Ar Razi) edisi tahun 1287 H, Iran -kitab ini menurut mereka sama kedudukannya dengan “Shohih Bukhori” menurut kaum Muslimin. Pada halaman tersebut dalam kitab Al Kafi termaktub sebagaimana berikut:

“Beberapa ulama kita meriwayatkan dari Sahl bin Ziyad, dari Muhammad bin Sulaiman, dari sebagian sahabatnya, dari Abu Hasan ‘alaihis salaam -maksudnya Abu Hasan kedua, yaitu Ali bin Musa Ar Ridha, wafat pada thn 206- ia menuturkan: “Dan aku berkata kepadanya: Semoga aku menjadi penebusmu, kita mendengar ayat-ayat Al Quran yang tidak ada pada Al Quran kita sebagaimana yang kita dengar, dan kita tidak dapat membacanya sebagaimana yang kami dengar dari anda, maka apakah kami berdosa? Maka beliau menjawab: Tidak, bacalah sebagaimana yang pernah kalian pelajari, karena suatu saat nanti akan datang orang yang mengajari kalian.”

Tidak diragukan bahwa ucapan ini merupakan hasil rekayasa kaum Syi’ah atas nama imam mereka Ali Bin Musa Ar Ridha. Walau demikian ucapan ini merupakan fatwa bahwa penganut Syi’ah tidak berdosa bila membaca Al Quran sebagaimana yang dipelajari oleh masyarakat umum dari Mushaf Utsmani, kemudian orang-orang tertentu dari kalangan Syi’ah akan saling mengajarkan kepada sebagian lainnya hal-hal yang menyelisihi Mushaf tersebut, berupa hal-hal yang mereka yakini ada atau pernah ada pada mushaf-mushaf para imam mereka dari kalangan Ahlul Bait (keturunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam ).

Dipetik dari:

Mungkinkah Syi’ah dan Sunnah Bersatu ?

Penulis: Syaikh Muhibbuddin Al Khatiib

Alih Bahasa: Ustadz Muhammad Arifin Badri, MA

_____________________________

[2] Kelanjutan surat ini -sebagaimana dapat anda lihat pada halaman selanjutnya- sebagai berikut: “Seorang Nabi dan wali sebagian mereka dan sebagian lainnya adalah sama, sedangkan Aku adalah Yang Maha Mengetahui dan Yang Maha Mengenal. Sesungguhnya orang-orang yang memenuhi janji Allah, mereka akan mendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan. Sedangkan orang-orang yang bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka mendustakan ayat-ayat Kami, sesungguhnya mereka akan mendapatkan kedudukan yang besar dalam neraka Jahanam. Bila diseru kepada mereka: Manakah orang-orang yang berbuat lalim lagi mendustakan para rasul: apa yang menjadikan mereka menyelisihi para rasul?? melainkan dengan kebenaran, dan tidaklah Allah akan menampakkan mereka hingga waktu yang dekat. Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sedangkan Ali termasuk para saksi.”

Tinggalkan komen