Perang Bani Mustaliq : Peristiwa Fitnah Ke Atas Ummul Mukminin Aisyah r.’anha.

DIPETIK DARI ATLAS PERJALANAN HIDUP NABI SAW

Peperangan Bani Mustaliq berlaku pada  Syaaban, 5 Hijrah. Serangan terhadap Bani al-Mustaliq di buat kerana mereka membantu orang Quraisy Makkah dalam peperangan Uhud.

Bani Mustaliq terletak di laluan hijrah Makah–Madinah, lebih dekat kepada Makah. Peperangan berlaku di Pengkalan Air Di al Muraisi’ di Wadi Qudaid

Dalam peperangan kali ini, Aisyah r.’anhu  (dan ada riwayat menyebut Ummu Salamah r.’anhu  juga dibawa) telah dibawa bersama Rasulullah ke peperangan Banu al-Mustaliq iaitu setelah dibuat cabutan undi, ini adalah kebiasaan Rasulullah (s.a.w) terhadap isteri-isterinya. Yang menjadi masalah di dalam peperangan ini ialah penglibatan kaum munafik dalam peperangan tersebut, yang menyertai peperangan dalam keadaan berat hati serta sering menjadi batu api dalam tentera Muslimin. Ketua kaum munafik yang ikut serta didalam peperangan ini ialah Abdullah bin Ubay bin Salul.

Di dalam perjalanan pulang selepas berjaya didalam peperangan  tersebut telah terjadi peristiwa, isteri nabi Aisyah r.’anhu ketinggalan daripada rombongan Nabi s.a.w lalu secara kebetulan diselamatkan oleh seorang sahabat. Peristiwa ini menjadi bahan fitnah oleh Abdulah bin Ubai bin Sahul. Peristiwa ini di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim melalui cerita oleh Aisyah r.’anhu sendiri seperti berikut:

Maksud Hadis riwayat Aisyah r.’anha., istri Nabi saw. ia berkata:

Apabila Rasulullah saw. hendak keluar dalam suatu perjalanan selalu mengadakan undian di antara para istri beliau dan siapa di antara mereka yang keluar undiannya, maka Rasulullah saw. akan berangkat bersamanya.

Aisyah berkata: Lalu Rasulullah saw. mengundi di antara kami untuk menentukan siapa yang akan ikut dalam perang dan ternyata keluarlah undianku sehingga aku pun berangkat bersama Rasulullah saw. Peristiwa itu terjadi setelah diturunkan ayat hijab (Al-Ahzab ayat 53) di mana aku dibawa dalam sekedup dan ditempatkan di sana selama perjalanan kami. Pada suatu malam ketika Rasulullah saw. selesai berperang lalu pulang dan kami telah mendekati Madinah, beliau memberikan aba-aba untuk berangkat. Aku pun segera bangkit setelah mendengar mereka mengumumkan keberangkatan lalu berjalan sampai jauh meninggalkan pasukan tentara. Seusai melaksanakan hajat, aku hendak langsung menghampiri unta tungganganku namun saat meraba dada, ternyata kalungku yang terbuat dari mutiara Zifar putus. Aku pun kembali untuk mencari kalungku sehingga tertahan karena pencarian itu. Sementara orang-orang yang bertugas membawaku mereka telah mengangkat sekedup itu dan meletakkannya ke atas punggung untaku yang biasa aku tunggangi karena mereka mengira aku telah berada di dalamnya.

Ia menambahkan: Kaum wanita pada waktu itu memang bertubuh ringan dan langsing tidak banyak ditutupi daging karena mereka hanya mengkomsumsi makanan dalam jumlah sedikit sehingga orang-orang itu tidak merasakan beratnya sekedup ketika mereka mengangkatnya ke atas unta. Apalagi ketika itu aku anak perempuan yang masih belia. Mereka pun segera menggerakkan unta itu dan berangkat. Aku baru menemukan kalung itu setelah pasukan tentara berlalu. Kemudian aku mendatangi tempat perhentian mereka, namun tak ada seorang pun di sana. Lalu aku menuju ke tempat yang semula dengan harapan mereka akan merasa kehilangan dan kembali menjemputku.

Ketika aku sedang duduk di tempatku rasa kantuk mengalahkanku sehingga aku pun tertidur. Ternyata ada Shafwan bin Muaththal As-Sulami Az-Dzakwani yang tertinggal di belakang pasukan sehingga baru dapat berangkat pada malam hari dan keesokan paginya ia sampai di tempatku. Dia melihat bayangan hitam seperti seorang yang sedang tidur lalu ia mendatangi dan langsung mengenali ketika melihatku karena ia pernah melihatku sebelum diwajibkan hijab. Aku terbangun oleh ucapannya, “inna lillaahi wa inna ilaihi raji`uun” pada saat dia mengenaliku. Aku segera menutupi wajahku dengan kerudung dan demi Allah, dia sama sekali tidak mengajakku bicara sepatah kata pun dan aku pun tidak mendengar satu kata pun darinya selain ucapan “inna lillahi wa inna ilaihi raji`uun”.

Kemudian ia menderumkan untanya dan memijak kakinya, sehingga aku dapat menaikinya. Dan ia pun berangkat sambil menuntun unta yang aku tunggangi hingga kami dapat menyusul pasukan yang sedang berteduh di tengah hari yang sangat panas.

Maka celakalah orang-orang yang telah menuduhku di mana yang paling besar berperan ialah Abdullah bin Ubay bin Salul. Sampai kami tiba di Madinah dan aku pun segera menderita sakit setiba di sana selama sebulan. Sementara orang-orang ramai membicarakan tuduhan para pembuat berita bohong padahal aku sendiri tidak mengetahui sedikit pun tentang hal itu. Yang membuatku gelisah selama sakit adalah bahwa aku tidak lagi merasakan kelembutan Rasulullah saw. yang biasanya kurasakan ketika aku sakit. Rasulullah saw. hanya masuk menemuiku, mengucapkan salam, kemudian bertanya:

Bagaimana keadaanmu? Hal itu membuatku gelisah, tetapi aku tidak merasakan adanya keburukan, sampai ketika aku keluar setelah sembuh bersama Ummu Misthah ke tempat pembuangan air besar di mana kami hanya keluar ke sana pada malam hari sebelum kami membangun tempat membuang kotoran  di dekat rumah-rumah kami. Kebiasaan kami sama seperti orang-orang Arab dahulu dalam buang air. Kami merasa terganggu dengan tempat-tempat itu bila berada di dekat rumah kami. Aku pun berangkat dengan Ummu Misthah, seorang anak perempuan Abu Ruhum bin Muthalib bin Abdi Manaf dan ibunya adalah putri Shakher bin Amir, bibi Abu Bakar Sidik. Putranya bernama Misthah bin Utsatsah bin Abbad bin Muththalib. Aku dan putri Abu Ruhum langsung menuju ke arah rumahku sesudah selesai buang air. Tiba-tiba Ummu Misthah terpeleset dalam pakaian yang menutupi tubuhnya sehingga terucaplah dari mulutnya kalimat: Celakalah Misthah!

Aku berkata kepadanya: Alangkah buruknya apa yang kau ucapkan! Apakah engkau memaki orang yang telah ikut serta dalam perang Badar? Ummu Misthah berkata: Wahai junjunganku, tidakkah engkau mendengar apa yang dia katakan? Aku menjawab:

Memangnya apa yang dia katakan? Ummu Misthah lalu menceritakan kepadaku tuduhan para pembuat cerita bohong sehingga penyakitku semakin bertambah parah. Ketika aku kembali ke rumah, Rasulullah saw. masuk menemuiku, beliau mengucapkan salam kemudian bertanya:

Bagaimana keadaanmu?

Aku berkata: Apakah engkau mengizinkan aku mendatangi kedua orang tuaku?

Pada saat itu aku ingin meyakinkan kabar itu dari kedua orang tuaku. Begitu Rasulullah saw. memberiku izin, aku pun segera pergi ke rumah orang tuaku. Sesampai di sana, aku bertanya kepada ibu:

Wahai ibuku, apakah yang dikatakan oleh orang-orang mengenai diriku?

Ibu menjawab: Wahai anakku, tenanglah! Demi Allah, jarang sekali ada wanita cantik yang sangat dicintai suaminya dan mempunyai beberapa madu, kecuali pasti banyak berita kotor dilontarkan kepadanya.

Aku berkata: Maha suci Allah! Apakah setega itu orang-orang membicarakanku? Aku menangis malam itu sampai pagi air mataku tidak berhenti mengalir dan aku tidak dapat tidur dengan nyenyak. Pada pagi harinya, aku masih saja menangis.

Beberapa waktu kemudian Rasulullah saw. memanggil Ali bin Abu Thalib dan Usamah bin Zaid untuk membicarakan perceraian dengan istrinya ketika wahyu tidak kunjung turun. Usamah bin Zaid memberikan pertimbangan kepada Rasulullah saw. sesuai dengan yang ia ketahui tentang kebersihan istrinya (dari tuduhan) dan berdasarkan kecintaan dalam dirinya yang ia ketahui terhadap keluarga Nabi saw.

Ia berkata: Ya Rasulullah, mereka adalah keluargamu dan kami tidak mengetahui dari mereka kecuali kebaikan.

Sedangkan Ali bin Abu Thalib berkata: Semoga Allah tidak menyesakkan hatimu karena perkara ini, banyak wanita selain dia (Aisyah). Jika engkau bertanya kepada budak perempuan itu (pembantu rumah tangga Aisyah) tentu dia akan memberimu keterangan yang benar.

Lalu Rasulullah saw. memanggil Barirah (jariyah yang dimaksud) dan bertanya: Hai Barirah! Apakah engkau pernah melihat sesuatu yang membuatmu ragu tentang Aisyah? Barirah menjawab: Demi Zat yang telah mengutusmu membawa kebenaran! Tidak ada perkara buruk yang aku lihat dari dirinya kecuali bahwa Aisyah adalah seorang perempuan yang masih muda belia, yang biasa tidur di samping adonan roti keluarga lalu datanglah hewan-hewan ternak memakani adonan itu.

Kemudian Rasulullah saw. berdiri di atas mimbar meminta bukti dari Abdullah bin Ubay bin Salul. Di atas mimbar itu, Rasulullah saw. bersabda:

Wahai kaum muslimin, siapakah yang mau menolongku dari seorang yang telah sampai hati melukai hati keluarga? Demi Allah! Yang kuketahui pada keluargaku hanyalah kebaikan. Orang-orang juga telah menyebut-nyebut seorang lelaki yang kuketahui baik. Dia tidak pernah masuk menemui keluargaku (istriku) kecuali bersamaku.

Maka berdirilah Saad bin Muaz Al-Anshari seraya berkata: Aku yang akan menolongmu dari orang itu, wahai Rasulullah. Jika dia dari golongan Aus, aku akan memenggal lehernya dan kalau dia termasuk saudara kami dari golongan Khazraj, maka engkau dapat memerintahkanku dan aku akan melaksanakan perintahmu.

Mendengar itu, berdirilah Saad bin Ubadah. Dia adalah pemimpin golongan Khazraj dan seorang lelaki yang baik tetapi amarahnya bangkit karena rasa fanatik golongan. Dia berkata tertuju kepada Saad bin Muaz: Engkau salah! Demi Allah, engkau tidak akan membunuhnya dan tidak akan mampu untuk membunuhnya! Lalu Usaid bin Hudhair saudara sepupu Saad bin Muaz, berdiri dan berkata kepada Saad bin Ubadah: Engkau salah! Demi Allah, kami pasti akan membunuhnya! Engkau adalah orang munafik yang berdebat untuk membela orang-orang munafik. Bangkitlah amarah kedua golongan yaitu Aus dan Khazraj, sehingga mereka hampir saling berbaku-hantam dan Rasulullah saw. masih berdiri di atas mimbar terus berusaha meredahkan emosi mereka mereka hingga mereka diam dan Rasulullah saw. diam.

Sementara itu, aku menangis sepanjang hari, air mataku tidak berhenti mengalir dan aku pun tidak merasa nyenyak dalam tidur. Aku masih saja menangis pada malam berikutnya, air mataku tidak berhenti mengalir dan juga tidak merasa enak tidur. Kedua orang tuaku mengira bahwa tangisku itu akan membelah jantungku. Ketika kedua orang tuaku sedang duduk di sisiku yang masih menangis, datanglah seorang perempuan Ansar meminta izin menemuiku. Aku memberinya izin lalu dia pun duduk sambil menangis.

Pada saat kami sedang dalam keadaan demikian, Rasulullah saw. masuk. Beliau memberi salam, lalu duduk. Beliau belum pernah duduk di dekatku sejak ada tuduhan yang bukan-bukan kepadaku, padahal sebulan telah berlalu tanpa turun wahyu kepada beliau mengenai persoalanku. Rasulullah saw. mengucap syahadat pada waktu duduk kemudian bersabda: Selanjutnya.

Hai Aisyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku bermacam tuduhan tentang dirimu. Jika engkau memang bersih, Allah pasti akan membersihkan dirimu dari tuduhan-tuduhan itu. Tetapi kalau engkau memang telah berbuat dosa, maka mohonlah ampun kepada Allah dan bertobatlah kepada-Nya. Sebab, bila seorang hamba mengakui dosanya kemudian bertobat, tentu Allah akan menerima tobatnya.

Ketika Rasulullah saw. selesai berbicara, air mataku pun habis sehingga aku tidak merasakan satu tetespun terjatuh. Lalu aku berkata kepada ayahku: Jawablah untukku kepada Rasulullah saw. mengenai apa yang beliau katakan. Ayahku menyahut: Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah saw. Kemudian aku berkata kepada ibuku: Jawablah untukku kepada Rasulullah saw.! Ibuku juga berkata: Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan kepada Rasulullah saw. Maka aku pun berkata:

Aku adalah seorang perempuan yang masih muda belia. Aku tidak banyak membaca Alquran. Demi Allah, aku tahu bahwa kalian telah mendengar semua ini, hingga masuk ke hati kalian, bahkan kalian mempercayainya. Jika aku katakan kepada kalian, bahwa aku bersih dan Allah pun tahu bahwa aku bersih, mungkin kalian tidak juga mempercayaiku. Dan jika aku mengakui hal itu di hadapan kalian, sedangkan Allah mengetahui bahwa aku bersih, tentu kalian akan mempercayaiku. Demi Allah, aku tidak menemukan perumpamaan yang tepat bagiku dan bagi kalian, kecuali sebagaimana dikatakan ayah Nabi Yusuf: Kesabaran yang baik itulah kesabaranku. Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan.

Kemudian aku pindah dan berbaring di tempat tidurku. Demi Allah, pada saat itu aku yakin diriku bersih dan Allah akan menunjukkan kebersihanku. Tetapi, sungguh aku tidak berharap akan diturunkan wahyu tentang persoalanku. Aku kira persoalanku terlalu remeh untuk dibicarakan Allah Taala dengan wahyu yang diturunkan. Namun, aku berharap Rasulullah saw. akan bermimpi bahwa Allah membersihkan diriku dari fitnah itu.

Rasulullah saw. belum lagi meninggalkan tempat duduknya dan tak seorang pun dari isi rumah ada yang keluar, ketika Allah Taala menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya. Tampak Rasulullah saw. merasa kepayahan seperti biasanya bila beliau menerima wahyu, hingga bertetesan keringat beliau bagaikan mutiara di musim dingin, karena beratnya firman yang diturunkan kepada beliau. Ketika keadaan yang demikian telah hilang dari Rasulullah saw. (wahyu telah selesai turun), maka sambil tertawa perkataan yang pertama kali beliau ucapkan adalah:

Bergembiralah, wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membersihkan dirimu dari tuduhan. Lalu ibuku berkata kepadaku: Bangunlah! Sambutlah beliau! Aku menjawab: Demi Allah, aku tidak akan bangun menyambut beliau. Aku hanya akan memuji syukur kepada Allah. Dialah yang telah menurunkan ayat Alquran yang menyatakan kebersihanku. Allah Taala menurunkan ayat:

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golonganmu juga, dan sepuluh ayat berikutnya.

Allah menurunkan ayat-ayat tersebut yang menyatakan kebersihanku. Abu Bakar yang semula selalu memberikan nafkah kepada Misthah karena kekerabatan dan kemiskinannya, pada saat itu mengatakan: Demi Allah, aku tidak akan lagi memberikan nafkah kepadanya sedikitpun selamanya, sesudah apa yang dia katakan terhadap Aisyah.

Sebagai teguran atas ucapan itu, Allah menurunkan ayat selanjutnya ayat:

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian, bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabat mereka, orang-orang miskin sampai pada firman-Nya: Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah mengampuni kalian. (Hibban bin Musa berkata: Abdullah bin Mubarak berkata: Ini adalah ayat yang paling aku harapkan dalam Kitab Allah). Maka berkatalah Abu Bakar:

Demi Allah, tentu saja aku sangat menginginkan ampunan Allah. Selanjutnya dia (Abu Bakar) kembali memberikan nafkah kepada Misthah seperti sediakala dan berkata: Aku tidak akan berhenti memberikannya nafkah untuk selamanya.

Aisyah meneruskan: Rasulullah saw. pernah bertanya kepada Zainab binti Jahsy, istri Nabi saw. tentang persoalanku: Apa yang kamu ketahui? Atau apa pendapatmu? Zainab menjawab: Wahai Rasulullah, aku selalu menjaga pendengaran dan penglihatanku (dari hal-hal yang tidak layak). Demi Allah, yang kuketahui hanyalah kebaikan. Aisyah berkata: Padahal dialah yang menyaingi kecantikanku dari antara para istri Nabi saw. Allah menganugerahinya dengan sikap warak (menjauhkan diri dari maksiat dan perkara meragukan) lalu mulailah saudara perempuannya, yaitu Hamnah binti Jahsy, membelanya dengan rasa fanatik (yakni ikut menyebarkan apa yang dikatakan oleh pembuat cerita bohong). Maka celakalah ia bersama orang-orang yang celaka. (Shahih Muslim  Terjemahan oleh oleh Ustaz Sofyan Efendi HadiisWeb)

KHUTBAH JABATAN MUFTI PERLIS: LARANGAN MENGAIBKAN SESAMA MUSLIM

GAMBAR HIASAN

LARANGAN MENGAIBKAN SESAMA MUSLIM

Khutbah Jumaat Masjid As Syakirin, Oran, Perlis

Disampaikan oleh : Ustaz Ya Ali Dahaman

Tarikh: 6 Mei 2011   Bersaman 2 Jamadil Akhir 1432

Sidang Jumaat yang dirahmati Allah sekalian,

Firman Allah SWT dalam surah An-Nur ayat 19, yang bermaksud :

“Sesungguhnya orang-orang yang suka menghebahkan tuduhan yang buruk dalam kalangan orang yang beriman, mereka akan mendapat azab seksa yang tidak terperi sakitnya di dunia dan di akhirat, dan ingatlah! Allah mengetahui segala perkara, sedangkan kamu tidak mengetahui yang demikian”.

Ayat tersebut menyatakan kemurkaan Allah kepada golongan yang suka memfitnah dan membuat tuduhan kepada orang lain. Islam melarang sama sekali perbuatan tersebut, kerana boleh mencemarkan maruah. Islam menganjurkan kita menegur dan menasihati kesalahan dan kesilapan saudara kita tanpa mendedahkan aibnya. Ini adalah lebih baik daripada menyebarkan kesalahan orang, khasnya penyebaran fitnah yang tidak jelas kebenarannya. Namun dalam masyarakat kita pada hari ini, terdapat segelintir dari­pada kalangan kita yang gemar berjanji untuk menyimpan rahsia keburukan saudaranya. Tetapi kemudiannya menceritakan kepada orang lain. Jika setiap orang melakukan perkara yang sama, sudah pasti berita tersebut akan tersebar dan diketahui oleh orang ramai.

Ulama Tafsir menyatakan, ayat tersebut diturunkan untuk menempelak golongan yang cuba memfitnah Saidatina Aisyah Radhiallahu ‘Anha. Kisah tersebut berlaku ketika Nabi dan rombongannya dalam perjalanan pulang ke Madinah setelah selesai daripada peperangan[1]. Rombongan Nabi telah singgah di suatu tempat untuk berehat, sebelum meneruskan perjalanan.

Ketika rehat, Aisyah keluar untuk mencari tempat qada’ hajat dengan tanpa disedari oleh Rasulullah atau sahabat-sahabat yang lain. Akhirnya beliau tertinggal dan dibawa pulang oleh seorang sahabat. Kepulangan Saidatina Aisyah dengan diiringi oleh Safwan bin Al-Mu’atthal telah menggembirakan golongan munafiqin. Mereka merasakan ini adalah peluang terbaik untuk mencemarkan kemuliaan Nabi SAW dan maruah baginda. Mereka terus menanam jarum-jarum fitnah dengan menyebarkan tohmahan bahawa Safwan r.a telah melakukan sesuatu yang tidak baik dengan isteri Ra­sulullah SAW. Racun-racun fitnah tersebut telah meresap dalam masyarakat sehingga keadaan menjadi kecoh dengan setiap orang menceritakan berita atau isu yang sama.

Allah menempelak perbuatan menyebarkan fitnah ini dalam surah An-Nur ayat 14-15 yang bermaksud:

Sekiranya tidak ada kurniaan Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan akhirat, nescaya kamu ditimpa azab yang besar kerana perbicaraan kamu tentang berita bohong itu. Ingatlah pada waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu ара yang tidak kamu ketahui dan kamu menganggap ianya suatu yang ringan sahaja, padahal di sisi Allah adalah besar. Mengapa kamu ti­dak berkata pada waktu mendengar berita bohong itu? Sekali-kali tidak harus bagi kita memperkatakan hal ini. Maha suci Engkau (Ya Tuhan kami) ini adalah pendustaan yang besar”.

Hadis-hadis Rasulullah SAW banyak menceritakan mengenai perintah atau galakan menyembunyikan keaiban saudara selslam yang lain. Antaranya, hadis riwayat Imam Muslim, bahawa Nabi SAW bersabda:

“Seorang muslim yang menutup keaiban orang lain, maka Allah akan menutup keaibanya pada hari Kiamat”

Perhatikan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim yang bermaksud:

“Setiap umatku dimaafkan melainkan orang yang terang-terangan dan menunjuk-nunjuk dalam melakukan kemaksiatan yakni Al-Mujaharah. Dan sesungguhnya termasuk Al-Mujaharah ini ialah orang yang berbangga me­lakukan kejahatan pada malam hari, kemudian pada waktu paginya Allahmenyembunyikan keaibannya tetapi dia pula menceritakan kepada orang lain dengan berkata:

 “Ya fulan! Aku melakukan perbuatan ini dan itu semalam”,

padahal ketika dia tidur pada waktu malamnya Allah telah menutup keaibannya tetapi pada keesokannya dia mendedahkan ара yang telah ditutup oleh Allah SWT”.                                                                                                        ]

Larangan dan tegahan Islam tentang perkara yang mengaibkan sesama Islam ini, adalah demi menjaga hubungan silaturrahim dan perpaduan sesama mereka. Musuh-musuh Islam akan bergembira apabila melihat umat Islam benci membenci sesama mereka, hina-menghina, aib-mengaib dan fitnah-memfitnah. Golongan yang dalam hatinya ada perasaan benci dan hasad kepada saudara selslamnya merupakan golongan yang ada dalam dirinya sifat-sifat munafik. Tidak ada perkara yang tidak boleh diselesaikan dalam Islam. Islam menganjurkan perbincangan dan pertemuan bagi menyelesaikan sebarang pertelingkahan dan pergeseran. Mengaibkan sau­dara selslam yang lain, tanpa bukti dan fakta yang tepat merupakan satu jenayah yang sangat besar kepada perpaduan Islam. Umat Islam sewajarnya melupakan pergeseran yang bersifat peribadi dan meletakkan kepentingan dan perpaduan ummah lebih daripada segala-galanya.

Pengajaran yang dapat dirumuskan daripada khutbah kita pada hari ini ia­lah:

Pertama: Kehidupan bermasyarakat dan bernegara hendaklah berlandaskan nlai-nilai akhlak dan nilai budaya yang bertamadun.

Kedua: Umat Islam perlu membina masyarakat dan negara berdasarkan nilai dan ajaran Al-Quran yang luhur.

Ketiga: Nama baik seseorang muslim serta kehormatannya perlu dilindungi sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Keempat: Orang atau kumpulan yang menggunakan cara mengaibkan lawan seperti menculik, mengugut, melakukan rasuah, memfitnah dan sebagainya adalah melakukan perkara yang diharamkan oleh Allah SWT. Golongan berkenaan pasti menerima padah dan akan dicampak oleh Allah ke dalam api neraka.

Marilah sama-sama kita merenung firman Allah SWT di dalam Surah Al-Buruj ayat 10:

Maksudnya: “Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan fitnah dan bahaya kepada orang-orang yang mukmin sama ada lelaki atau perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka mereka akan beroleh azab neraka jahannam dan mereka akan beroleh azab neraka yang kuat membakar”.

 TEKS DISEDIAKAN OLEH JABATAN MUFTI NEGERI PERLIS


[1]  Berita bohong ini mengenai istri Rasulullah s.a.w. ‘Aisyah r.a. Ummul Mu’minin, sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya’ban 5 H. Perperangan ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula ‘Aisyah dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. Dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. ‘Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia merasa kalungnya hilang, lalu dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa ‘Aisyah masih ada dalam sekedup. Setelah ‘Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat ditempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan ibnu Mu’aththal, diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan dia terkejut seraya mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, isteri Rasul!” ‘Aisyah terbangun. Lalu dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. Orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut pendapat masing-masing. Mulailah timbul desas-desus. Kemudian kaum munafik membesar- besarkannya, maka fitnahan atas ‘Aisyah r.a. itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin –  baca selanjutnya di : https://aburedza.wordpress.com/2011/05/08/perang-bani-mustaliq-peristiwa-fitnah-ke-atas-ummul-mukminin-aisyah-r-anha/  – Tambahan aburedza

Nik Aziz: Jika benar Osama mati, saya doa keampunan untuknya

Sumber: Harakahdaily
KUALA LUMPUR, 3 Mei: “Jika benarlah Osama bin Laden benar-benar telah dibunuh oleh tentera Amerika Syarikat seperti yang diumumkan oleh Presiden Barrack Obama semalam, maka saya sebagai seorang Islam mendoakan rahmat dan keampunan Allah SWT untuk Osama bin Laden yang merupakan saudara saya di dalam Islam,” kata Tuan Guru Datuk Nik Abdul Aziz Nik Mat (gambar)dalam satu kenyataan.Tambahnya, itulah yang dituntut oleh Islam sewaktu menerima berita kematian saudara seagamanya.

Menurutnya, sebesar manapun kesalahan seorang muslim, jika ia mati dalam keadaan agamanya Islam, keampunan terhadapnya harus dipohon oleh saudara muslim yang lain.

Berikut kenyataan penuh beliau.

Jika benarlah Osama bin Laden benar-benar telah dibunuh oleh tentera Amerika Syarikat seperti yang diumumkan oleh Presiden Barrack Obama semalam, maka saya sebagai seorang Islam mendoakan rahmat dan keampunan Allah SWT untuk Osama bin Laden yang merupakan saudara saya di dalam Islam.

Inilah yang dituntut oleh Islam sewaktu menerima berita kematian saudara seagamanya. Sebesar manapun kesalahan seorang muslim, jika ia mati dalam keadaan agamanya Islam, keampunan terhadapnya harus dipohon oleh saudara muslim yang lain.

Adapun keterlibatan Osama bin Laden dengan keganasan, saya serahkan kepada Allah SWT kerana ia masih belum terbukti melainkan melalui propaganda yang dipelopori oleh Amerika Syarikat. Jika benar beliau terlibat dengan kegananasan, sudah tentu saya tidak menyokong keganasan tersebut. Bagaimanapun keterlibatan Osama dengan keganasan masih lagi merupakan berita samar yang tidak dapat disahkan, namun keterlibatan Amerika Syarikat sendiri dalam keganasan sudah terbukti.

Ini jelas dengan serangan terhadap Afghanistan dan Iraq yang menghancurkan kedua-dua negara ini dengan tujuan mencari senjata pemusnah yang tidak dapat dijumpai sehingga ke hari ini. Apa pula tindakan Amerika Syarikat terhadap Israel yang terang-terang melakukan keganasan di bumi Palestin ? Bukan sahaja tidak bertindak, bahkan Amerikalah yang kuat menyokong Israel. Justeru, jika Osama dianggap sebagai pengganas, maka Israel lebih patut disebut sebagai ganas dan penyokongnya Amerika Syarikat juga tidak boleh lari dari digelar sebagai ganas.

Inilah yang saya tegaskan kepada Duta Besar Amerika Syarikat yang datang ke pejabat saya pada 28 April 2011 yang lepas, bahawa sepasang selipar pun tidak boleh dirampas dari tuannya yang berhak, apatah lagi sebuah negeri yang berdaulat seperti Palestin, lebih-lebih lagi tidak berhak untuk dirampas oleh Israel.

Adapun mereka yang berkata bahawa dunia lebih selamat dengan kematian Osama, saya anggap kenyataan tersebut sebagai tidak cermat dan hanya bertujuan menampakkan diri sebagai penyokong Amerika. Jika dunia lebih selamat dengan kematian Osama, adakah dunia juga lebih selamat dengan kewujudan Amerika?

Sekian, wassalam.

TUAN GURU DATO’ BENTARA SETIA NIK ABDUL AZIZ BIN NIK MAT,

Menteri Besar Kelantan.

Bertarikh : 30 Jamadil Awal 1432H bersamaan 3 Mei 2011M

Boleh juga di baca di BLOG TOK GURU : http://www.blogtokguru.com/kematian-osama-bin-laden-respon-saya/