Keujudan Abdullah Ibn Saba’ Dari Sumber Syiah

Sahabat Syiah saya , Saudara Abu Hasan mengatakan Abdullah Ibn Saba’ adalah tokoh ciptaan orang orang Suni bagi memburukkan Syiah , beliau berhujah tokoh ini sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah. Senubungan dengan itu saya petik tulisan oleh : Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi  dari Buku gen syiah . Ikuti tulisan beliau :

Keujudan Abdullah Ibn Saba’  Dari Sumber Syiah

Abdullah Ibn Saba’ adalah Yahudi dari San’a (Yaman) ibunya adalah wanita berkulit hitam, ia dikenal dengan “Ibnu as-Sawda’”. Dia masuk Islam pada zaman Utsman ra. Dia dan para pengikutnya dari Yahudi Jazirah Arab berpindah-pindah tempat antara Hijaz, Bashrah, Kufah dan Syam. Dia berusaha dengan keras untuk mempengaruhi kelompok orang-orang bodoh, orang yang berjiwa lemah dan orang-orang yang menyimpan dendam terhadap Islam (dan atau orang-orangnya). Ternyata ia tidak berhasil (dengan gemilang), kemudian ia pindah ke Mesir dan diikuti oleh pengikutnya. Di sana ia tinggal menetap dan hidup di tengah-tengah penduduk Mesir. Dia mulai mempengaruhi mereka, ternyata bumi Mesir subur untuk dakwahnya. Dia berkata kepada mereka: “Aku sangat heran kenapa kalian mempercayai bahwa Isa putra Maryam akan kembali ke dunia sementara kalian tidak percaya bahwa Muhammad akan kembali kepadanya ?!” Dia berdalil dengan firman Allah yang artinya:

Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah: “Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata”.(Al-Qashash : 85).”

Dia telah jauh menyimpang dari kebenaran dalam menafsiri ayat, karena yang dimaksud dengan “ma’ad” di sini adalah sebagaimana yang dikatakan para ahli tafsir adalah kematian atau surga atau kembalinya Rasul Saw kepada Rabb-nya pada hari kiamat.

Dengan begitu dia telah mempengaruhi akal mereka. Maka mereka meyakini adanya Raj’ah ini. Jadi Ibnu Saba’ adalah orang pertama yamg menyuarakan tentang Raj’ah”. Dia sangat berlebihan dalam perkara ini sampai menetapkan wilayah”, ia berkata:

“Sesungguhnya setiap Nabi memiliki seorang “washi” dan Ali ibn Abi Thalib adalah washi bagi Muhammad.Saw! Maka tidak ada orang yang paling Zalim selain orang yang tidak melaksanakan wasiat Rasulullah Saw (maksudnya ia menuduh Utsman merampas hak Ali dan menzaliminya). Maka bangkitlah kalian untuk memperjuangkan perkara ini, dan hendaklah cara kalian dalam mengembalikan hak kepada pemiliknya dengan mencela para umara dan menampakkan “amar ma’ruf dan nahi munkar”, dengan begitu kalian akan menarik simpati orang”.

Akhirnya sampailah ajaran Ibnu Saba’ kepada puncaknya ketika mengklaim ketuhanan Ali, dan bahwasanya Ali tidak dibunuh melainkan naik ke langit, dan sesungguhnya yang terbunuh adalah setan yang menjelma dengan rupa Ali. Gledek adalah suara Ali dan kilat adalah cemetinya atau senyumannya………

Padahal gledek dan kilat sudah ada sejak zaman dulu (sebelum meninggalnya Ali)!!

Demikianlah ia menyebarkan kebatilan dan khurafat ini di tengah-tengah orang yang lemah jiwanya. Maka ia dan orang-orangnya berhasil membentuk kelompok-kelompok di Mesir, Bashrah dan Kufah, dan di setiap wilayah ada amirnya. Kelompok Mesir dipimpin oleh al-Ghafiqi ibn Harb al-‘Akki al-Misri, yang menjadi ujung tombak dan alat untuk melaksanakan rencana-rencana selanjutnya. Al-Ghafiqi memiliki banyak pembantu dan orang dekatnya semisal: Sudan ibn Hamran, Khalid ibn Muljam, Kinanah ibn Bisyr at-Tujibi, Abdullah ibn Badil ibn Warqa’, Hakim ibn Jabillah dan Malik ibn al-Harits al-Asytar.

Tatkala tiba waktunya kelompok Saba’iyah berangkat dari Mesir, Bashrah dan Kufah secara serentak menuju Madinah pada tahun 35 H. Mereka memecah diri dalam 12 kelompok, masing-masing wilayah 4 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 150 orang. Mereka menampakkan diri seperti rombongan haji, memanfaatkan momentum keberangkatan jama’ah haji yang sesungguhnya. Ketika mereka telah mengepung Madinah, dan fitnah telah mencapai puncaknya mereka melarang khalifah Utsman ra shalat di masjid Nabawi, kemudian mereka mengepung rumah khalifah ar-Rasyid. Lalu mereka masuk rumah (dari belakang) secara paksa, al-Ghafiqi memukul khalifah dengan besi. At-Tujibi memutuskan jari-jari Nailah istri khalifah. Kemudian mereka menancapkan pedang di dada khalifah dan menindihnya, maka terbunuhlah khalifah Utsman asy-Syahid. Ruhnya terbang menemui Rabb-nya dan di hadapannya tergeletak Kitabullah. Kemudian Sudan ibn Hamran keluar dari rumah khalifah dan berteriak “Kami telah membunuh Utsman ibn Affan”.

Sukseslah Ibnu Saba’ dalam rencana jahatnya dan khalifah Utsman ibn Affan ra menjadi korban dari konspirasi ini.

Kini, setelah lebih dari seribu tahun sebagian Hakham (pemimpin, ulama) Syi’ah mengingkari keberadaan sosok Ibnu Saba’ dengan tujuan supaya tidak terbongkar kebusukkan mereka dan agar tidak membenarkan pendapat kaum muslimin tentang mereka. Maka mereka mengingkari keberadaan Ibnu Saba’ “sang mu’allim pertama” dalam kesesatan mereka. Di antara yang mengingkarinya adalah Muhammad al-Husain Ali Kasyif al-Ghitha’ di dalam kitabnya “Ashl asy-Syi’ah wa Ushuluha”. Dia menulis dengan keji : “Sesungguhnya Abdullah ibn Saba’, Majnun ibn Amir, Abu Hilal dan yang semisal dengan orang-orang atau pahlawan-pahlawan ini, semuanya adalah khurafat yang dikarang oleh para “tukang cerita” atau “oarang-orang yang senang begadang dan ngobrol tidak karuan”.

Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah ketika membantah orang-orang seperti mereka mengatakan:

“Mengingkari keberadaan Abdullah ibn Saba’ sama artinya dengan mengingkari matahari yang bersinar terang di siang hari. Tidak ada satupun penulis klasik yang mengingkari keberadaannya. Saya tidak habis pikir siapakah yang lebih dalam ilmu dan penguasaannya terhadap realitas-realitas (sejarah)? Orang-orang terdahulu ataukah orang-orang belakangan yang pengecut dan takut dari cucunya sendiri?! Kita meminta dan menantang mereka untuk membuktikan satu orang yang terdahulu, dari mereka sendiri, bukan dari kita, yang mengingkari sosok Ibnu Saba’ dan menganggapnya sebagai khayalan dan khurafat….. Yang perlu diingat, kita tidak menyebut Ibnu Saba’, ketika menyebutnya dalam kitab kami “Asy-Syi’ah wa asSunnah”, sebagai nukilan dari Ibnu Hajar al-Asqalani atau adz-Dzahabi atau Ibnu Hibban, Ibnu Makula, al-Bukhari atau Fulan dan Fulan…Tetapi kami menyebutnya berdasarkan nukilan dari al-Kasy-syi imam mereka sendiri dalam bidang rijal, an-Nubakhti, imam mereka dalam hal firaq atau sekte-sekte. Dan seorang sejarawan Syi’ah dalam “ar-Rawdhah ash-Shofa”. Ketiga kitab tersebut adalah kitab mereka, ditulis oleh pemuka mereka kemudian dari tahqiq atau editing mereka, supaya tidak ada sangkaan bahwa ada yang sengaja menyisipkan, editor atau komentator. Sesungguhnya an-Nubakhti secara pasti tidak menukil dari ath-Thabari dan tidak satupun orang yang menuduhnya demikian. Dia jika tidak mendahului ath-Thabari, juga tidak setelahnya, karena dia sejaman dengan Tsabit ibn Qurrah yang meninggal 288 H, dan dialah poros dan pusat dari orang Syi’ah yang terkenal dengan kefanatikan dan caciannya terhadap orang-orang yang tidak sejalan, yang dikenal dengan sebutan al-Kasy-syi, yang ahli di bidang rijal (para tokoh dan rawi). Yang hidup sejaman dengan Ibnu Fuldaih yang meninggal pada 369 H. Dan kitabnya adalah kitab yang paling utama dan pertama tentang rijal, juga (mengambil) dari “al-Ushul al-Arba’ah” yang menjadi tumpuan mereka dalam bab ini”.

Sesungguhnya banyak sekali kitab-kitab Syi’ah yang menegaskan dan mengukuhkan apa yang sudah kita sebut di atas tentang Ibn Saba’. Inilah al-Huli asy-Syi’i dalam kitabnya menulis`: “Sesungguhnya Abdullah ibn Saba’ kembali menjadi kafir dan menampakkan sikap ghuluw, ia mengaku menjadi Nabi dan Ali as adalah Allah. Maka Ali memintanya untuk bertaubat dalam tiga hari. Ternyata ia tidak mau taubat maka Ali membakarnya dengan api dalam kelompok 70 orang yang mengklaim hal yang sama”.

Begitu pula pembesar mereka Sa’ad ibn Abdillah al-Qummi yang meninggal pada 229 H, yang sejaman dan bertemu dengan Imam Syi’ah kesebelas al-Hasan al-Askari dan mengambil ilmu dari padanya, telah mengakui keberadaan sosok Ibn Saba’. Bahkan ia menyebutkan nama orang-orang pembantu dan sahabatnya yang ikut melakukan makar dan menjuluki mereka dengan “ Firqah Saba’iyah”. Dia berkata tentang Ibn Saba’: “Dia adalah orang pertama yang menampakkan penghinaan terhadap Abu Bakar, Umar, Utsman dan sahabat serta menyatakan “Bara’” (lepas diri) dari mereka. Dia mengklaim bahwa Ali yang memerintahkannya untuk itu”. Sebagaimana ia meriwayatkan bahwa ketika Ali mendengar kabarnya ia memerintahkan untuk membunuhnya, kemudian diurungkan dan merasa cukup dengan mengusirnya ke Madain.

Mirip dengan yang tadi para ulama dan sejarawan Syi’ah lainnya juga telah mengatakan seperti : al-Astarabadzi, ath-Thusi, at-Tustari, Abbas al-Qummi, al-Khawansari, al-Ashfahani dan pengarang kitab Rawdhah as-Shafa dalam sejarahnya.

Sebagaimana Ulama dan sejarawan Sunni juga telah menetapkan Ibn Saba’ dan akidah-akidahnya seperti ath-Thabari, Ibn Katsir dan Ibn al-Atsir, Ibn Khaldun, al-Hafizh Ibn Hajar dan al-Isfiraini.

 

Begitu pula al-Baghdadi, ar-Razi dan asy-Syaharastani.

Tidak diragukan lagi bahwa sumber-sumber dan bukti-bukti ini telah mengukuhkan keberadaan Ibn Saba’ dan kelompoknya yang terdiri dari orang Yahudi dan kaum munafik yang menyebut diri mereka dengan sebutan “Syi’ah Ahlul Bait”.

Sebagian ulama Syi’ah kontemporer telah merubah pola mereka dan mulai mengakui adanya tokoh Ibn Saba’, setelah bukti-bukti keberadaannya tampak di mata mereka dan tidak bisa lagi mengelak. Mengelak harganya sangat mahal bagi mereka sebab konsekuensinya adalah menganggap cacat sumber-sumber agama mereka. Karena itu Muhammad Husain az-Zen seorang Syi’ah kontemporer mengatakan: “Bagaimanapun juga Ibn Saba’ memang ada dan dia telah menampakkan sikap ghuluw, sekalipun ada orang yang meragukannya dan menjadikannya sebagai tokoh dalam khayalan…..Adapun kami sesuai dengan penelitian akhir maka kami tidak meragukan keberadaannya dan ghuluwnya”.

Dari paparan di atas menjadi jelaslah bahwa Ibn Saba’ adalah orang yang pertama menyuarakan tenatng “wasiat”, “raj’ah”, “mencela sahabat” dan “mencela Khulafa’ Rasyidin”.

Dia dan kelompoknya mengemas dengan kemasan-kemasan tertentu lalu menjadikannya sebagai riwayat dan hadits-hadits, kemudian secara dusta mereka mengaitkan pada ahlul bait yang baik-baik. Dan hasilnya sangat laku dikalangan orang-orang bodoh dan lugu.

Rencana makar Ibn Saba’ memiliki banyak tujuan antara lain bisa kita sebutkan:

1. Menaburkan fitnah di tengah-tengah umat Islam dengan memprovokasi massa untuk bangkit menentang dan membunuh khalifah Utsman ra agar ekspansi Islam menjadi terhenti

2. Menanam akar kebencian di hati umat Islam terhadap Abu Bakar, Umar dan Utsman. Dan ini telah terjadi, mereka sukses dalam hal ini dengan mempengaruhi orang-orang Islam yang bodoh dan orang-orang yang memiliki niat jahat kepada Islam.

3. Mensosialisasikan Akidah Yahudi di tengah-tengah kaum muslimin, yaitu : akidah wishayah (wasiat oleh Nabi) dan wilayah (Imamah) yang tidak ada kekurangannya sedikitpun dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi justru di rekayasa oleh yahudi dari wasiat musa kepada Yusya’ ibn Nun, lalu mereka sebarkan di tengah komunitas muslim dengan nama wasiat Muhammad Saw, untuk Ali ra dan ternyata sangat menarik hati orang-orang Majusi, kini mereka menjadi propagandis yang paling besar.

4. Mengkafirkan semua sahabat Nabi Saw kecuali beberapa orang. Sasarannya adalah untuk meragukan semua hadits-hadits Nabi dan ayat-ayat al-Qur’an yang diriwayatkan melalui mereka. Ini juga berhasil karena anak cucu Majusi tidak mau menerima hadits yang diriwayatkan melalui jalur para sahabat yang mulia tersebut

5. Menyebar pemikiran-pemikiran Yahudi seperti “raj’ah” (kembali setelah mati), “tidak mati”, “menguasai bumi”, “mengetahui yang ghaib”, “kuasa” dan hal-hal lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan Islam. Semua keyakinan tadi telah diambil oleh Syi’ah bahkan mereka membubuhi dan melengkapi.

Demikianlah Abdullah ibn Saba’ dan pemikiran-pemikirannya yang merusak yang dia kaitkan dengan syariat yang suci ini, mulai dengan kembalinya Rasul Saw ke muka bumi ini, setelah beliau wafat, keyakinan Ali tidak mati sampai menguasai bumi, hak wilayah dan uluhiyah bagi Ali sampai akhirnya mengaku menjadi Nabi. Pemikiran-pemikiran semacam ini tidak lain hanyalah racun yang dia sebarkan setelah mempelajari dan merancang demi mewujudkan tujuan dan cita-citanya yang kotor.

 (12 Ramadhan 1430)

Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Ath-Thabari V/98-99.

‘Ashl asy-Syi’ah wa Ushuluha. Hal 106-107.

Asy-Syi’ah wa Ahlul Bait. Hal 124.

Kitab ar-Rijal. Hal 469. Cet Tehran. 1383 H.

Al-Maqalat wa al-Firaq. Hal 20.

Ibid.

Manhaj al-Maqal. Hal 203.

Rijal ath-Thusi. Hal 51. Cet Najef. 1961 M.

Qamus ar-Rijal. Jilid V. Hal 98-99.

Tuhfah al-Ahbab. Hal 184.

Rawdhat al-Jannat.

Jilid V. Hal 393. Cet Tehran.

Tarikh ath-Thabari. Jilid V. Hal 98-99.

Al-Bidayah wa an-Nihayah. Jilid VII. Hal 167.

Tarikh Ibn Khaldun. Jilid II. Hal 139

Lisan al-Mizan. Jilid III. Hal 289.

At-Tabshir fi ad-Din. Hal 108-109.

Al-Farq Bayna al-Firaq. Hal 233-235. Cet Mesir.

I’tiqadat Firaq al-Musyrikin. Hal 108-109.

Al-Milal wa an-Nihal. Jilid II. Hal 11.

Asy-Syi’ah wa at-Tarikh. Hal 213.

Sumber : http://www.gensyiah.com/gerakan-saba%e2%80%99iyah/#more-210

Kisah Cinta Zulaikha Dan Yusuf a.s.

Oleh : Aburedza

Akibat konsprirasi saudara-saudara nabi Yusuf a.s , di negeri Kanaan ,  baginda terjual di negeri Mesir.

Maka Allah berfirman :

ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ

 

Maksudnya

Dan (setelah Yusuf dijualkan di negeri Mesir) berkatalah orang yang membeli Yusuf kepada isterinya: Berilah dia layanan yang sebaik-baiknya; semoga ia berguna kepada kita, atau kita jadikan anak. Dan demikianlah caranya kami berikan kedudukan Yusuf di bumi (Mesir untuk dihormati dan disayangi), dan untuk Kami mengajarnya sebahagian dari ilmu menta’bir mimpi. Dan Allah Maha Kuasa melakukan segala perkara yang telah ditetapkan-Nya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Yusuf 21)

Ahli-ahli tafsir sepakat mengatakan orang yang membeli Yusuf a.s. adalah  al-Aziz seorang pegawai tinggi atau Wazir kerajaan Mesir dan isterinya adalah Zulaikha , yang diharap menjadi ibu angkat kepada Yusuf a.s.

Siapakah Zulaikha ?

Maulana Abdullah Yusuf Ali didalam Terjemahan al Quran memetik tulisan karya sastra Zulaikha dan Yusuf oleh Jami r.h  ( 817 H – 898 H ):

Zulaikha adalah seorang puteri raja sebuah kerajaan di barat (Maghrib) negeri Mesir. Beliau seorang puteri yang cantik menarik. Beliau bermimpi bertemu seorang pemuda yang menarik rupa parasnya dengan peribadi yang amanah dan mulia. Zulaikha pun jatuh hati padanya. Kemudian beliau bermimpi lagi bertemu dengannya tetapi tidak tahu namanya. Kali berikutnya beliau bermimpi lagi , lelaki tersebut memperkenalkannya sebagai Wazir kerajaan Mesir.

Kecintaan dan kasih sayang Zulaikha kepada pemuda tersebut terus berputik menjadi rindu dan rawan sehingga beliau menolak semua pinangan putera raja yang lain. Setelah bapanya mengetahui isihati puterinya, bapanya pun mengatur risikan ke negeri Mesir sehingga mengasilkan majlis pernikahan dengan Wazir negri Mesir.

Memandang Wazir tersebut atau al Aziz bagi kali pertama, hancur luluh dan kecewalah hati Zulaikha. Hatinya hampa dan amat terkejut, bukan wajah tersebut yang beliau temui di dalam mimpi dahulu. Bagaimanapun ada suara ghaib berbisik padanya : “ Benar , ini bukan pujaan hati kamu. Tetapi hasrat kamu  kepada kekasih kamu yang sebenarnya akan tercapai  melaluinya. Janganlah kamu takut kepadanya . Mutiara kehormatan engkau sebagai perawan selamat bersama-sama dengannya”.

Perlu diingat sejarah Mesir menyebut , Wazir diraja Mesir tersebut adalah seorang kasi, yang dikehendaki berkhidmat sepenuh masa kepada baginda raja. Oleh yang demikian Zulaikha terus bertekat untuk terus taat kepada suaminya kerana ia percaya ia selamat bersamnya.

Demikian masa berlalu, sehingga suatu hari al-Aziz membawa pulang Yusuf a.s. yang dibelinya di pasar. Sekali lagi Zulaikha terkejut besar, itulah Yusuf a.s yang dikenalinya didalam mimpi . Tampan, segak, menarik dan menawan.

Betullah sabda nabi yang diriwayatkan oleh Hammad dari Tsabit bin Anas bahawa Rasullah bersabda maksudnya :

Yusuf dan ibunya telah diberi oleh Allah separuh kecantikan dunia.

Kisah Zulaikha dan Yusuf dirakamkan di dalam Al Quran bermula surah Yusuf ayat 21 sehinggalah Yusuf a.s di penjarakan pada ayat  36 surah yang sama,  kerana fitnah kononnya Yusuf a.s mengoda Zulaikha , isteri al-Aziz. Bagaimanapun pada ayat 51 surah yang sama Allah berfirman, maksudnya :

Isteri Al Aziz pun berkata: Sekarang ternyatalah kebenaran, akulah yang memujuk Yusuf berkehendakkan dirinya; dan sesungguhnya adalah ia dari orang yang benar. ( Yusuf 51 )

Selepas ayat tersebut Al Quran tidak menceritakan kesudahan hubungan Zulaikh dengan Yusuf a.s.

Bagaimanapun Ibn Katsir didalam Tafsir Surah Yusuf memetik :

Muhammad bin Ishak  berkata bahawa kedudukan yang diberikan kepada Yusuf a.s  oleh raja Mesir adalah kedudukan yang dahulunya dimiliki oleh suami Zulaikha yang telah dipecat. Juga disebut-sebut bahwa Yusuf telah beristrikan Zu­laikha sesudah suaminya meninggal dunia, dan diceritakan bah­wa pada suatu ketika berkatalah Yusuf kepada Zulaikha setelah ia menjadi isterinya,

“Tidakkah keadaan dan hubungan kita se­karang ini lebih baik dari apa yang pernah engkau inginkan?”

Zulaikha menjawab,

“Janganlah engkau menyalahkan aku, hai kekasihku, aku sebagai wanita yang cantik, muda belia bersuamikan seorang pemuda yang berketerampilan dingin, menemui­mu sebagai pemuda yang tampan, gagah perkasa bertubuh indah, apakah salah bila aku jatuh cinta kepadamu dan lupa akan ke­dudukanku sebagai wanita yang bersuami?”

Dikisahkan bahwa Yusuf waktu kawin dengan Zulaikha, ia menemuinya masih gadis (perawan) dan dari perkawinan itu memperoleh dua orang putra: Ifraitsim bin Yusuf dan Misya bin Yusuf.

Rujukan :

  1. Maulana Abdullah Yusuf Ali – Terjemahan al Quran Karim
  2. Tafsir Ibnu Katsier – surah Yusuf

Siapa Asma binti Umais r.a.

Ibn Katsir menulis di dalam kitabnya Bidayah wan Nahiyah beliau ialah  Asma binti Umais bin Maadd bin Tamin al Khatsamiyyah adalah isteri Khalifah Abu Bakar ra yang sebelumnya diperisterikan oleh Jafar bin Abi Talib.

Dari perkahwinan dengan Jafar bin Abi Talib beliau  melahirkan tiga putra yakni Abdullah, Muhammad dan Aunan.[1]

Perkahwinan dengan Abu Bakar ra beliau melahirkan Muhammad bin Abu Bakar ra. Apabila Asma berkahwin dengan Ali ra, maka Muhammad bin Abu Bakar menjadi anak tiri atau anak angkat kepada Ali ra.

Setelah Abu Bakar ra meninggal dunia beliau berkahwin pula dengan Ali bin Abi Talib , adek suaminya yang pertama.[2] Beliau adalah isteri ke enam bagi Ali ra.

Perkhwinan dengan Ali melahirkan Yahya dan Muhammad al Ashgar.Ibn Katsir mengambil riwayat ini dari Ibnul Kalbi. Bagaimanapun Ibn Katsir mengatakan al Waqidi mengatakan “ Beliau memperoleh dua orang putra darinya, Yahya dan Aun, adapun Muhammad al Ashghar berasal dari ummul walad[3]. Dalam hal ini kita dapati ada perselisihan pendapat penulis sejarah.

Suatu yang istimewa dengan Asma binti Umais, beliau adalah sahabat terdekat Sitti Fatimah r.a. Asma inilah yang mendampingi Fatimah r.a. dengan setia dan melayaninya dengan penuh kasih-sayang  semasa sakit  hingga detik-detik terakhir hayatnya.[4]

Kalau demikian rapat hubungan Asma ra  dengan Fatimah ra bermakna rapat jugalah hubungan dengan Abu Bakar ra , kerana masa itu Asma adalah isteri Khalifah Abu Bakar. Perlu diingat Fatimah ra meninggal dunia enam bulan selepas Rasullah saw meninggal dunia. Jadi bagaimana boleh timbul fitnah kerengangan hubungan Fatimah ra dan Ali ra dengan Abu Bakar ra.? Dikatakan berita kewafatan Fatimah ra. telah dirahsiakan dari pengetahuan Abu Bakar ra.

Rumah Fatimah r.a @ Ali r.a  hanya ditepi masjid Nabawi, dan ABu Bakar adalh Imamnya – mungkinkah kematian Fatimah r.a menjadi rahsia? Asma bt Umais r.a yang menguruskan jenazah Fatimah r.a adalah sahabat baik Fatimah r.a adalah isteri Abu Bakar r.a!

Benarlah  maksud firman Allah :

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.”

(QS: Al Fath 29).

Tulisan ini boleh juga dibaca di sini : http://www.tranungkite.net/v9/modules.php?name=News&file=article&sid=2080


[1] kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

[2] Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.Oleh H.M.H. Al Hamid Al Husaini

[3] Ummul walad adalah hamba wanita

[4] Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.Oleh H.M.H. Al Hamid Al Husaini

Ali bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib ra Imam ke 4 Syiah ( Wafat 93 H )

Nama sebenarnya adalah Ali bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib, neneknya adalah Fatimah az-zahra binti Rasulillah, terkadang ia disebut dengan Nama Abu Husein atau Abu Muhammad, sedangkan nama panggilannya adalah Zainal abidin dan As-Sajad, karena kebanyakan melakukan shalat dimalam hari dan di siang hari.

 Perjalanan hidupnya.

Diriwayatkan bahwa Ia menerima beberapa orang tamu dari Irak, lalu membicarakan Abu Bakar, Umar dan Utsman tentang sesuatu yang buruk terhadapnya, dan ketika mereka selesai bicara, maka ia berkata,”Apakah kalian termasuk kaum muhajirin yang didalam Alquran surat al-Hasyr: 8 yang menegaskanMereka yang diusir dari kampung halaman dan dipaksa meninggalkan harta benda mereka, hanya karena mereka ingin memperoleh karunia Allah dan keridhaan-Nya?”’ Mereka menjawab, ”Bukan…!”

”Apakah kalian termasuk kaum Anshar yang dinyatakan dalam Alquran surat al-Hasyr 97: ‘Mereka yang tinggal di Madinah dan telah beriman kepada Allah sebelum kedatangan kaum Muhajirin. Mereka itu mencintai dan bersikap kasih sayang kepada orang-orang yang datang berhijrah kepada mereka, dan mereka tidak mempunyai pamrih apa pun dalam memberikan bantuan kepada kaum Muhajirin. Bahkan mereka lebih mengutamakan orang-orang yang hijrah daripada diri mereka sendiri, kendatipun mereka berada dalam kesusahan?”’ ”Bukan…!”

Kalau begitu berati kalian menolak untuk tidak termasuk ke dalam salah satu dari kedua golongan tersebut. Selanjutnya ia berkata” Aku bersaksi bahwa kalian bukanlah orang yang dimaksud dalam firman allah, “”Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.” (Qs. Al Hasyr:10). Maka keluarlah kalian dari rumahku, niscaya Allah murka kepada kalian”.

Ali bin al Husein Zainal ‘Abidin dianggap sebagai ulama yang paling masyur di Madinah dan pemimpin ulama tabi’in di sana. Hal ini keterangan yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah, dan yang diriwayatkan Ibnu Abbas.

Kurang lebih 30 tahun Zainal Abidin bergiat mengajar berbagai cabang ilmu agama Islam di Masjid Nabawi di Madinah. Sikap tidak berpihak pada kelompok mana pun tersebut mengundang simpati dari semua kelompok yang bertikai. Zainal Abidin disegani oleh segenap kaum Muslimin baik kawan maupun lawan.

Pada zamannya, Zainal Abidin diakui masyarakat Muslimin sebagai ulama puncak dan kharismatik. Ia sangat dihormati, disegani, dan diindahkan nasihat-nasihatnya. Kenyataan itu tidak hanya karena kedalaman ilmu pengetahuan agamanya, tidak pula karena satu-satunya pria keturunan Rasulullah, tetapi juga karena kemuliaan akhlak dan ketinggian budi pekertinya.

Salah seorang Putera ‘Amar bin Yasir meriwayatkan bahwa: pada suatu hari Ali bin Husein kedatangan suatu kaum, lalu beliau menyuruh pembantunya untuk membuatkan daging panggang, Kemudian pembantu itu dengan terburu buru sehingga besi untuk membakar daging terjatuh mengenai kepala anak Alin bin usein yang masih kecil sehingga anak tersebut meninggal. Maka Ali berkata kepada pembantunya,’ kamu kepanasan, sehingga besi itu jatuh’. Setelah itu beliau sendiri mempersiapkan untuk memakamkan anaknya.”. Menunjukan kesabaran dan kepasrahan beliau, dimana seorang pembantu telah menyebabkan kematian anaknya. sehingga ia membalas kejelekan dengan suatu kebaikan.

Sebuah keterangan yang diriwayatkan oleh Hisyam bin Abdul Malik ketika ia sedang menunaikan ibadah haji sebelum diangkat menjadi Khalifah, ia berusaha untuk mencium hajar aswad tetapi ia tidak mampu melakukannya, kemudian datang Ali bin Husein hendak mencium hajar aswad juga sehingga orang orang disekitarnya menyingkir dan berhenti lalu beliau menciumnya. Kemudian orang orang bertanya kepada Hisyam siapa orang itu?, dia menjawab aku tidak mengenalnya. Maka seseorang berkata” Aku mengenalnya, dia adalah Ali bin al Husein.

Para ulama sepakat bahwa Ali bin al Husein ini anak paling kecil dari Husein yang selamat, sedangkan kakak kakaknya dan kedua orang tuanya terbunuh sebagai syuhada. Zainal Abidin kecil selamat dari pembunuhan keluarga Rasulullah, ketika itu ia sedang terlentang diatas tempat tidur karena sakit, sehingga keadaanya luput dari pembunuhan, saat itu usianya 23 tahun. Allah melindungi dan menyelamatkannya.

Ia wafat pada tahun 74 H di Madinah dalam usia 58 tahun dan dimakamkan di Baqi. Riwayat lain dikatakan ia wafat pada tahun 93 H dalam usia 57 tahun.

Diringkas dari Biografi Ali bin Husein dalam kitab Al ‘ilmu wa al Ulama Karya Abu Bakar al Jazairy. Penerbit Daar al Kutub as Salafiyyah. Cairo. ditulis tanggal 5 Rab’ul Awal di Madinah al Nabawiyah.

 http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/01/ali-bin-al-husain-zainal-abidin-wafat-93-h-2/

Catitan hujung :

Dialog Imam as dengan tamu dari Iraq ibu boleh dirujuk pada  Kitab “Kasyful Ghummah”; juz 2; hal. 78; edisi Iran. Kita dapati dari dialog tersebut Imam Ali bin Hussin Bin Ali as  sangat membenci orang yang membenci Khalifah Abu Bakar, Umar ra dan Usman ra. Bagaimanapun Syiah menganggap sebaliknya. Kerana itu saya gemar mengatakan ulama Syiah telah memalsukan fakta sehinnga Syiah tertipu oleh sejarah.