Catitan Kuliah Tafsir Ustaz Ya Ali Dahaman : At Taubah 113-114

Catitan kuliah Magrib Malam Selasa di Masjid As Syakirin pada 5 Mei  2009 :

 Firman Allah :

 

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam.

At Taubah 112

وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ

Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.

At Taubah 113

Tafsiran :

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnul Musayyab, yang mendengar ayahnya bercerita, “Tatkala Abu Thalib, pa­man Rasulullah saw. mendekati ajalnya, datanglah beliau men­jenguknya, di mana Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umaiyah sudah berada di tempat itu. Dan tatkala beliau mengajak pa­mannya agar mengucapkan kalimah syahadat

“Lailaha illallah”,

berkatalah Abu Jahl, “Apakah engkau berpaling dari agama Abdul Mutthalib ayahmu?”

 Abu Thalib menjawab, “Aku tetap menurut agama Abdul Mutthalib.”

Lalu bersabdalah Rasulullah saw. kepadanya:

Artinya:

“Aku akantetap beristighfar (mintakan ampun) bagimu se­lama aku tidak dilarang”.

Kemudian turunlah ayat 113 tersebut di atas. Dan dalam hubungan ini turunlah pula ayat:

إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.

Al Qasas 56

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang berkata,

“Aku mendengar seorang pria beristighfar bagi kedua orang tuanya yang musyrik. Bertanya aku kepada­nya,

“Apakah dapat orang beristighfar bagi kedua orang tuanya yang musyrik?”

Ia menjawab, “Tidakkah Nabi Ibrahim telah b~ristighfar bagi ayahnya?”

Lalu  aku tanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. yang dijawab dengan turunnya ayat 113 ini.”

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Buraidah yang mendengar ayahnya bercerita:

“Kami bersama Rasulullah saw. pada suatu waktu dalam suatu perjalanan di mana rombongan kami terdiri hampir seribu orang. Tatkala kami berhenti di suatu tempat kami melihat Rasulullah saw. bersembahyang dua rakaat lalu datang kepada kami dengan kedua matanya mencu­curkan air mata. Umar Ibnul Khatthab bangun mendekatinya dan bertanya mengapa beliau menangis. Rasulullah saw. menja­wab:

Artinya:

“Aku minta izin dari Tuhanku beristighfar bagi ibuku, teta­pi Allah tidak mengizinkan, maka bercucuranlah air mataku karena aku kasihan kepadanya dari api neraka. Dan aku pernah melarang kamu melakukan tiga perkara,

aku pernah melarang kamu berziarah ke kubur-kubur. Lakukanlah ber­ziarah itu, karena itu dapat mengingatkan kamu akan hal­hal yang baik.

Aku pernah me/arang kamu makan daging­daging kurban sesudah tiga hlari, sekarang bolehlah kamu memakannya atau tidak, sesuka hatimu.

Aku pernah mela­rang kamu meminum minuman dari cawan dan mangkuk­mangkuk. maka minumlah sesuka  hatimu dari cawan manapun dan sekali-kali janganlah minum minuman yang memabukkan”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Sulaiman bin Buraidah yang mendengar ayahnya bercerita, “Tatkala Rasulullah saw. datang di Makkah beliau mengunjungi sebuah pusara, duduk di depannya seraya bercakap-cakap, kemudian bangun berdiri sambit menangis. Kami bertanya, “Kami telah melihat apa yang engkau perbuat “  Rasullah saw menjawab ertinya:

“Aku telah minta izin dari Tuhanku untuk berziarah ke ku­bur ibuku dan diizinkan-Nya, tetapi tidak memberiku izin beristighfar untuknya”.

Maka tidak pernah beliau terlihat menangis sekeras demi­kian sejak hari itu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Abdullah bin Mas’ud yang bercerita: “Pada suatu hari kami melihat Rasulullah saw. ke luar berziarah ke pekuburan, lalu kami mengikutinya hingga kami melihatnya beliau menghadap ke suatu kubur dan berca­kap-cakap agak lama, kemudian kami melihatnya menangis dan kami pun turut menangis karena terharu oleh tangisnya. Beliau lalu bertanya, “Apakah yang menyebabkan kamu menangis?”

“Kami menangis karena tangismu, ya Rasulullah,” jawab kami. Kemudian bersabdalah beliau:

“Kubur yang aku duduk dl depannya itu adalah kubur Aminah, ibuku. Aku minta izin kepada Tuhanku untuk menziarahi dan diizinkan-Nya, tetapi ketika aku minta izin untuk berdoa baginya, Allah tidak mengizinkan-Nya dan menurunkanlah kepadaku ayat-ayat ini. Dan aku pernah melarang kamu berziarah ke pekuburan, maka lakukanlah itu sekarang, karena itu dapat mengingatkan kepada akhi­rat”.

Berkata Qatadah mengenai kedua ayat ini, “Diceritakan kepada kami bahwa ada beberapa sahabat Rasulullah saw. ber­tanya kepada Rasulullah saw., “Hai Nabi Allah, di antara ba­pak-bapak kami ada orang-orang yang berkelakuan baik terha­dap tetangga, bersilaturrahmi kepada sanak keluarga, meri­ngankan beban orang yang menderita, menepati janji-janji, apakah tidak patut kami beristighfar bagi mereka?”

Rasullah menjawab Artinya:

“Ya, patut kami lakukan itu, demi Allah aku beristighfar bagi ayahku sebagaimana Ibrahim beristighfar bagi ayah­nya”.

Maka diturunkanlah oleh Allah kepada beliau dua ayat ter­sebut.

Diceritakan pula kepada kami, kata Qatadah, bahwa Rasu­lullah saw. bersabda:

Artinya:

“Ya, patut kami lakukan itu, demi Allah aku beristighfar bagi ayahku sebagaimana Ibrahim beristighfar bagi ayah­nya”.

Maka diturunkanlah oleh Allah kepada beliau dua ayat ter­scbut.

Diceritakan pula kepada kami, kata Qatadah, bahwa Rasu­lullah saw. bersabda:

“Allah telah mewahyukan kepadaku beberapa kalimat yang masuk ke telingaku dan menetap di dalam hatiku: Aku di perintah tidak boleh beristighfar bagi orang mati dalam keadaan musyrik, barangsiapa menafkahkan hartanya yang tersisa adalah baik baginya dan barangsiapa menahannya adalah celaka baginya dan Allah sekali-kali tidak mencela kesederhanaan hidup”.

Mengenai kata “Auwah” dalam ayat 114 ini, banyak. tafsir­an yang berbeda dan beraneka ragam, namun menurut Ibnu Ja­rir, yang paling mendekat kebenarannya, ialah yang menafsir­kan dengan “banyak berdoa” yang memang menjadi sifat Nabi Ibrahim a.s. dan yang dilakukannya terhadap ayahnya walau­pun ia banyak mengalami gangguan dan ancaman dari pihaknya sebagaimana dikisahkan dalam al-Quran:  Maksudnya :

Berkata bapaknya: “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurejam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama”. Berkata Ibrahim: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.

Maryam 46-47

Tinggalkan komen