Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah (wafat 656 H)

Nama seberanya adalah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad bin Huraiz az-Zar’i, kemudian ad-Dimasyqi. Dikenal dengan ibnul Qayyim al-Jauziyyah nisbat kepada sebuah madrasah yang dibentuk oleh Muhyiddin Abu al-Mahasin Yusuf bin Abdil Rahman bin Ali al-Jauzi yang wafat pada tahun 656 H, sebab ayah Ibnul Qayyim adalah tonggak bagi madrasah itu. Ibnul Qayyim dilahirkan di tengah keluarga berilmu dan terhormat pada tanggal 7 Shaffar 691 H. Di kampung Zara’ dari perkampungan Hauran, sebelah tenggara Dimasyq (Damaskus) sejauh 55 mil.

Pertumbuhan Dan Thalabul Ilminya

Ia belajar ilmu faraidl dari bapaknya karena beliau sangat menonjol dalam ilmu itu. Belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiy dengan membaca kitab-kitab: (al-Mulakhkhas li Abil Balqa’ kemudian kitab al-Jurjaniyah, kemudian Alfiyah Ibnu Malik, juga sebagian besar Kitab al-kafiyah was Syafiyah dan sebagian at-Tas-hil). Di samping itu belajar dari syaikh Majduddin at-Tunisi satu bagian dari kitab al-Muqarrib li Ibni Ushfur.

Belajar ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, Ilmu Fiqih dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Isma’il bin Muhammad al-Harraniy.

Beliau amat cakap dalam hal ilmu melampaui teman-temannya, masyhur di segenap penjuru dunia dan amat dalam pengetahuannya tentang madzhab-madzhab Salaf.

Pada akhirnya beliau benar-benar bermulazamah secara total (berguru secara intensif) kepada Ibnu Taimiyah sesudah kembalinya Ibnu Taimiyah dari Mesir tahun 712 H hingga wafatnya tahun 728 H.
Pada masa itu, Ibnul Qayyim sedang pada awal masa-masa mudanya. Oleh karenanya beliau sempat betul-betul mereguk sumber mata ilmunya yang luas. Beliau dengarkan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah yang penuh kematangan dan tepat. Oleh karena itulah Ibnul Qayyim amat mencintainya, sampai-sampai beliau mengambil kebanyakan ijtihad-ijtihadnya dan memberikan pembelaan atasnya. Ibnul Qayyim yang menyebarluaskan ilmu Ibnu Taimiyah dengan cara menyusun karya-karyanya yang bagus dan dapat diterima.

Ibnul Qayyim pernah dipenjara, dihina dan diarak berkeliling bersama Ibnu Taimiyah sambil didera dengan cambuk di atas seekor onta. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun dilepaskan dari penjara.

Sebagai hasil dari mulazamahnya (bergurunya secara intensif) kepada Ibnu Taimiyah, beliau dapat mengambil banyak faedah besar, diantaranya yang penting ialah berdakwah mengajak orang supaya kembali kepada kitabullah Ta’ala dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahihah, berpegang kepada keduanya, memahami keduanya sesuai dengan apa yang telah difahami oleh as-Salafus ash-Shalih, membuang apa-apa yang berselisih dengan keduanya, serta memperbaharui segala petunjuk ad-Din yang pernah dipalajarinya secara benar dan membersihkannya dari segenap bid’ah yang diada-adakan oleh kaum Ahlul Bid’ah berupa manhaj-manhaj kotor sebagai cetusan dari hawa-hawa nafsu mereka yang sudah mulai berkembang sejak abad-abad sebelumnya, yakni: Abad kemunduran, abad jumud dan taqlid buta.

Beliau peringatkan kaum muslimin dari adanya khurafat kaum sufi, logika kaum filosof dan zuhud model orang-orang hindu ke dalam fiqrah Islamiyah.

Ibnul Qayyim rahimahullah telah berjuang untuk mencari ilmu serta bermulazamah bersama para Ulama supaya dapat memperoleh ilmu mereka dan supaya bisa menguasai berbagai bidang ilmu Islam.

Penguasaannya terhadap Ilmu Tafsir tiada bandingnya, pemahamannya terhadap Ushuluddin mencapai puncaknya dan pengetahuannya mengenai Hadits, makna hadits, pemahaman serta Istinbath-Istinbath rumitnya, sulit ditemukan tandingannya.

Semuanya itu menunjukkan bahwa beliau rahimahullah amat teguh berpegang pada prinsip, yakni bahwa “Baiknya” perkara kaum Muslimin tidak akan pernah terwujud jika tidak kembali kepada madzhab as-Salafus ash-Shalih yang telah mereguk ushuluddin dan syari’ah dari sumbernya yang jernih yaitu Kitabullah al-‘Aziz serta sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam asy-syarifah.

Oleh karena itu beliau berpegang pada (prinsip) ijtihad serta menjauhi taqlid. Beliau ambil istinbath hukum berdasarkan petunjuk al-Qur’anul Karim, Sunnah Nabawiyah syarifah, fatwa-fatwa shahih para shahabat serta apa-apa yang telah disepakati oleh ahlu ats tsiqah (ulama terpercaya) dan A’immatul Fiqhi (para imam fiqih).

Dengan kemerdekaan fikrah dan gaya bahasa yang logis, beliau tetapkan bahwa setiap apa yang dibawa oleh Syari’ah Islam, pasti sejalan dengan akal dan bertujuan bagi kebaikan serta kebahagiaan manusia di dunia maupun di akhirat.

Beliau rahimahullah benar-benar menyibukkan diri dengan ilmu dan telah benar-benar mahir dalam berbagai disiplin ilmu, namun demikian beliau tetap terus banyak mencari ilmu, siang maupun malam dan terus banyak berdo’a.

Sasarannya

Sesungguhnya Hadaf (sasaran) dari Ulama Faqih ini adalah hadaf yang agung. Beliau telah susun semua buku-bukunya pada abad ke-tujuh Hijriyah, suatu masa dimana kegiatan musuh-musuh Islam dan orang-orang dengki begitu gencarnya. Kegiatan yang telah dimulai sejak abad ketiga Hijriyah ketika jengkal demi jengkal dunia mulai dikuasai Isalam, ketika panji-panji Islam telah berkibar di semua sudut bumi dan ketika berbagai bangsa telah banyak masuk Islam; sebahagiannya karena iman, tetapi sebahagiannya lagi terdiri dari orang-orang dengki yang menyimpan dendam kesumat dan bertujuan menghancurkan (dari dalam pent.) dinul Hanif (agama lurus). Orang-orang semacam ini sengaja melancarkan syubhat (pengkaburan)-nya terhadap hadits-hadits Nabawiyah Syarif dan terhadap ayat-ayat al-Qur’anul Karim.

Mereka banyak membuat penafsiran, ta’wil-ta’wil, tahrif, serta pemutarbalikan makna dengan maksud menyebarluaskan kekaburan, bid’ah dan khurafat di tengah kaum Mu’minin.

Maka adalah satu keharusan bagi para A’immatul Fiqhi serta para ulama yang memiliki semangat pembelaan terhadap ad-Din, untuk bertekad memerangi musuh-musuh Islam beserta gang-nya dari kalangan kaum pendengki, dengan cara meluruskan penafsiran secara shahih terhadap ketentuan-ketentuan hukum syari’ah, dengan berpegang kepada Kitabullah wa sunnatur Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk pengamalan dari Firman Allah Ta’ala: “Dan Kami turunkan Al Qur’an kepadamu, agar kamu menerangkan kepada Umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (an-Nahl:44).

Juga firman Allah Ta’ala, “Dan apa-apa yang dibawa Ar Rasul kepadamu maka ambillah ia, dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (al-Hasyr:7).

Murid-Muridnya

Ibnul Qayyim benar-benar telah menyediakan dirinya untuk mengajar, memberi fatwa, berdakwah dan melayani dialog. Karena itulah banyak manusia-manusia pilihan dari kalangan para pemerhati yang menempatkan ilmu sebagai puncak perhatiannya, telah benar-benar menjadi murid beliau. Mereka itu adalah para Ulama terbaik yang telah terbukti keutamaannya, di antaranya ialah: anak beliau sendiri bernama Syarafuddin Abdullah, anaknya yang lain bernama Ibrahim, kemudian Ibnu Katsir ad-Dimasyqiy penyusun kitab al-Bidayah wan Nihayah, al-Imam al-Hafizh Abdurrahman bin Rajab al-Hambali al-Baghdadi penyusun kitab Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Abdil Hadi al-Maqdisi, Syamsuddin Muhammad bin Abdil Qadir an-Nablisiy, Ibnu Abdirrahman an-Nablisiy, Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzhahabi at-Turkumaniy asy-Syafi’i, Ali bin Abdil Kafi bin Ali bin Taman As Subky, Taqiyussssddin Abu ath-Thahir al-Fairuz asy-Syafi’i dan lain-lain.

Aqidah Dan Manhajnya

Adalah Aqidah Ibnul Qayyim begitu jernih, tanpa ternodai oleh sedikit kotoran apapun, itulah sebabnya, ketika beliau hendak membuktikan kebenaran wujudnya Allah Ta’ala, beliau ikuti manhaj al-Qur’anul Karim sebagai manhaj fitrah, manhaj perasaan yang salim dan sebagai cara pandang yang benar. Beliau –rahimahullah- sama sekali tidak mau mempergunakan teori-teori kaum filosof.

Ibnul Qayiim rahimahullah mengatakan, “Perhatikanlah keadaan alam seluruhnya –baik alam bawah maupun- alam atas dengan segala bagian-bagaiannya, niscaya anda akan temui semua itu memberikan kesaksian tentang adanya Sang Pembuat, Sang Pencipta dan Sang Pemiliknya. Mengingkari adanya Pencipta yang telah diakui oleh akal dan fitrah berarti mengingkari ilmu, tiada beda antara keduanya. Bahwa telah dimaklumi; adanya Rabb Ta’ala lebih gamblang bagi akal dan fitrah dibandingkan dengan adanya siang hari. Maka barangsiapa yang akal serta fitrahnya tidak mampu melihat hal demikian, berarti akal dan fitrahnya perlu dipertanyakan.”

Hadirnya Imam Ibnul Qayyim benar-benar tepat ketika zaman sedang dilanda krisis internal berupa kegoncangan dan kekacauan (pemikiran Umat Islam–Pent.) di samping adanya kekacauan dari luar yang mengancam hancurnya Daulah Islamiyah. Maka wajarlah jika anda lihat Ibnul Qayyim waktu itu memerintahkan untuk membuang perpecahan sejauh-jauhnya dan menyerukan agar umat berpegang kepada Kitabullah Ta’ala serta Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Manhaj serta hadaf Ibnul Qayyim rahimahullah ialah kembali kepada sumber-sumber dinul Islam yang suci dan murni, tidak terkotori oleh ra’yu-ra’yu (pendapat-pendapat) Ahlul Ahwa’ wal bida’ (Ahli Bid’ah) serta helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka mempermainkan agama.

Oleh sebab itulah beliau rahimahullah mengajak kembali kepada madzhab salaf; orang-orang yang telah mengaji langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah sesungguhnya yang dikatakan sebagai ulama waratsatun nabi (pewaris nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam pada itu, tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewariskan dinar atau dirham, tetapi beliau mewariskan ilmu. Berkenaan dengan inilah, Sa’id meriwayatkan dari Qatadah tentang firman Allah Ta’ala,
“Dan orang-orang yang diberi ilmu (itu) melihat bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb mu itulah yang haq.” (Saba’:6).

Qotadah mengatakan, “Mereka (orang-orang yang diberi ilmu) itu ialah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Di samping itu, Ibnul Qayyim juga mengumandangkan bathilnya madzhab taqlid.

Kendatipun beliau adalah pengikut madzhab Hanbali, namun beliau sering keluar dari pendapatnya kaum Hanabilah, dengan mencetuskan pendapat baru setelah melakukan kajian tentang perbandingan madzhab-madzhab yang masyhur.

Mengenai pernyataan beberapa orang bahwa Ibnul Qayyim telah dikuasai taqlid terhadap imam madzhab yang empat, maka kita memberi jawaban sebagai berikut, Sesungguhnya Ibnul Qayyim rahimahullah amat terlalu jauh dari sikap taqlid. Betapa sering beliau menyelisihi madzhab Hanabilah dalam banyak hal, sebaliknya betapa sering beliau bersepakat dengan berbagai pendapat dari madzhab-madzhab yang bermacam-macam dalam berbagai persoalan lainnya.

Memang, prinsip beliau adalah ijtihad dan membuang sikap taqlid. Beliau rahimahullah senantiasa berjalan bersama al-Haq di mana pun berada, ittijah (cara pandang)-nya dalam hal tasyari’ adalah al-Qur’an, sunnah serta amalan-amalan para sahabat, dibarengi dengan ketetapannya dalam berpendapat manakala melakukan suatu penelitian dan manakala sedang berargumentasi.

Di antara da’wahnya yang paling menonjol adalah da’wah menuju keterbukaan berfikir. Sedangkan manhajnya dalam masalah fiqih ialah mengangkat kedudukan nash-nash yang memberi petunjuk atas adanya sesuatu peristiwa, namun peristiwa itu sendiri sebelumnya belum pernah terjadi.

Adapun cara pengambilan istinbath hukum, beliau berpegang kepada al-Kitab, as-Sunnah, Ijma’ Fatwa-fatwa shahabat, Qiyas, Istish-habul Ashli (menyandarkan persoalan cabang pada yang asli), al-Mashalih al-Mursalah, Saddu adz-Dzari’ah (tindak preventif) dan al-‘Urf (kebiasaan yang telah diakui baik).

Ujian Yang Dihadapi

Adalah wajar jika orang ‘Alim ini, seorang yang berada di luar garis taqlid turun temurun dan menjadi penentang segenap bid’ah yang telah mengakar, mengalami tantangan seperti banyak dihadapi oleh orang-orang semisalnya, menghadapi suara-suara sumbang terhadap pendapat-pendapat barunya.

Orang-orang pun terbagi menjadi dua kubu: Kubu yang fanatik kepadanya dan kubu lainnya kontra. Oleh karena itu, beliau rahimahullah menghadapi berbagai jenis siksaan. Beliau seringkali mengalami gangguan. Pernah dipenjara bersama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah secara terpisah-pisah di penjara al-Qal’ah dan baru dibebaskan setelah Ibnu Taimiyah wafat.

Hal itu disebabkan karena beliau menentang adanya anjuran agar orang pergi berziarah ke kuburan para wali. Akibatnya beliau disekap, dihinakan dan diarak berkeliling di atas seekor onta sambil didera dengan cambuk.

Pada saat di penjara, beliau menyibukkan diri dengan membaca al-Qur’an, tadabbur dan tafakkur. Sebagai hasilnya, Allah membukakan banyak kebaikan dan ilmu pengetahuan baginya. Di samping ujian di atas, ada pula tantangan yang dihadapi dari para qadhi karena beliau berfatwa tentang bolehnya perlombaan pacuan kuda asalkan tanpa taruhan. Sungguhpun demikian Ibnul Qayyim rahimahullah tetap konsisten (teguh) menghadapi semua tantangan itu dan akhirnya menang. Hal demikian disebabkan karena kekuatan iman, tekad serta kesabaran beliau. Semoga Allah melimpahkan pahala atasnya, mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya serta segenap kaum muslimin.

Pujian Ulama Terhadapnya

Sungguh Ibnul Qayyim rahimahullah teramat mendapatkan kasih sayang dari guru-guru maupun muridnya. Beliau adalah orang yang teramat dekat dengan hati manusia, amat dikenal, sangat cinta pada kebaikan dan senang pada nasehat. Siapa pun yang mengenalnya tentu ia akan mengenangnya sepanjang masa dan akan menyatakan kata-kata pujian bagi beliau. Para Ulama pun telah memberikan kesaksian akan keilmuan, kewara’an, ketinggian martabat serta keluasan wawasannya.

Ibnu Hajar pernah berkata mengenai pribadi beliau, “Dia adalah seorang yang berjiwa pemberani, luas pengetahuannya, faham akan perbedaan pendapat dan madzhab-madzhab salaf.”

Di sisi lain, Ibnu Katsir mengatakan, “Beliau seorang yang bacaan Al-Qur’an serta akhlaqnya bagus, banyak kasih sayangnya, tidak iri, dengki, menyakiti atau mencaci seseorang. Cara shalatnya panjang sekali, beliau panjangkan ruku’ serta sujudnya hingga banyak di antara para sahabatnya yang terkadang mencelanya, namun beliau rahimahullah tetap tidak bergeming.”

Ibnu Katsir berkata lagi, “Beliau rahimahullah lebih didominasi oleh kebaikan dan akhlaq shalihah. Jika telah usai shalat Shubuh, beliau masih akan tetap duduk di tempatnya untuk dzikrullah hingga sinar matahari pagi makin meninggi. Beliau pernah mengatakan, ‘Inilah acara rutin pagi buatku, jika aku tidak mengerjakannya nicaya kekuatanku akan runtuh.’ Beliau juga pernah mengatakan, ‘Dengan kesabaran dan perasaan tanpa beban, maka akan didapat kedudukan imamah dalam hal din (agama).’”

Ibnu Rajab pernah menukil dari adz-Dzahabi dalam kitabnya al-Mukhtashar, bahwa adz-Dzahabi mengatakan, “Beliau mendalami masalah hadits dan matan-matannya serta melakukan penelitian terhadap rijalul hadits (para perawi hadits). Beliau juga sibuk mendalami masalah fiqih dengan ketetapan-ketetapannya yang baik, mendalami nahwu dan masalah-masalah Ushul.”

Tsaqafahnya

Ibnul Qayyim rahimahullah merupakan seorang peneliti ulung yang ‘Alim dan bersungguh-sungguh. Beliau mengambil semua ilmu dan mengunyah segala tsaqafah yang sedang jaya-jayanya pada masa itu di negeri Syam dan Mesir.

Beliau telah menyusun kitab-kitab fiqih, kitab-kitab ushul, serta kitab-kitab sirah dan tarikh. Jumlah tulisan-tulisannya tiada terhitung banyaknya, dan diatas semua itu, keseluruhan kitab-kitabnya memiliki bobot ilmiah yang tinggi. Oleh karenanyalah Ibnul Qayyim pantas disebut kamus segala pengetahuan ilmiah yang agung.

Karya-Karyanya

Beliau rahimahullah memang benar-benar merupakan kamus berjalan, terkenal sebagai orang yang mempunyai prinsip dan beliau ingin agar prinsipnya itu dapat tersebarluaskan. Beliau bekerja keras demi pembelaannya terhadap Islam dan kaum muslimin. Buku-buku karangannya banyak sekali, baik yang berukuran besar maupun berukuran kecil. Beliau telah menulis banyak hal dengan tulisan tangannya yang indah. Beliau mampu menguasai kitab-kitab salaf maupun khalaf, sementara orang lain hanya mampun menguasai sepersepuluhnya. Beliau teramat senang mengumpulkan berbagai kitab. Oleh sebab itu Imam ibnul Qayyim terhitung sebagai orang yang telah mewariskan banyak kitab-kitab berbobot dalam pelbagai cabang ilmu bagi perpustakaan-perpustakaan Islam dengan gaya bahasanya yang khas; ilmiah lagi meyakinkan dan sekaligus mengandung kedalaman pemikirannya dilengkapi dengan gaya bahasa nan menarik.

Beberapa Karyanya

1. Tahdzib Sunan Abi Daud,
2. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin,
3. Ighatsatul Lahfan fi Hukmi Thalaqil Ghadlban,
4. Ighatsatul Lahfan fi Masha`id asy-Syaithan,
5. Bada I’ul Fawa’id,
6. Amtsalul Qur’an,
7. Buthlanul Kimiya’ min Arba’ina wajhan,
8. Bayan ad-Dalil ’ala istighna’il Musabaqah ‘an at-Tahlil,
9. At-Tibyan fi Aqsamil Qur’an,
10. At-Tahrir fi maa yahillu wa yahrum minal haris,
11. Safrul Hijratain wa babus Sa’adatain,
12. Madarijus Salikin baina manazil Iyyaka na’budu wa Iyyaka nasta’in,
13. Aqdu Muhkamil Ahya’ baina al-Kalimit Thayyib wal Amais Shalih al-Marfu’ ila Rabbis Sama’
14. Syarhu Asma’il Kitabil Aziz,
15. Zaadul Ma’ad fi Hadyi Kairul Ibad,
16. Zaadul Musafirin ila Manazil as-Su’ada’ fi Hadyi Khatamil Anbiya’
17. Jala’ul Afham fi dzkris shalati ‘ala khairil Am,.
18. Ash-Shawa’iqul Mursalah ‘Alal Jahmiyah wal Mu’aththilah,
19. Asy-Syafiyatul Kafiyah fil Intishar lil firqatin Najiyah,
20. Naqdul Manqul wal Muhakkil Mumayyiz bainal Mardud wal Maqbul,
21. Hadi al-Arwah ila biladil Arrah,
22. Nuz-hatul Musytaqin wa raudlatul Muhibbin,
23. al-Jawabul Kafi Li man sa`ala ’anid Dawa`is Syafi,
24. Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Maulud,
25. Miftah daris Sa’adah,
26. Ijtima’ul Juyusy al-Islamiyah ‘ala Ghazwi Jahmiyyah wal Mu’aththilah,
27. Raf’ul Yadain fish Shalah,
28. Nikahul Muharram,
29. Kitab tafdlil Makkah ‘Ala al-Madinah,
30. Fadl-lul Ilmi,
31. ‘Uddatus Shabirin wa Dzakhiratus Syakirin,
32. al-Kaba’ir,
33. Hukmu Tarikis Shalah,
34. Al-Kalimut Thayyib,
35. Al-Fathul Muqaddas,
36. At-Tuhfatul Makkiyyah,
37. Syarhul Asma il Husna,
38. Al-Masa`il ath-Tharablusiyyah,
39. Ash-Shirath al-Mustaqim fi Ahkami Ahlil Jahim,
40. Al-Farqu bainal Khullah wal Mahabbah wa Munadhorotul Khalil li qaumihi,
41. Ath-Thuruqul Hikamiyyah, dan masih banyak lagi kitab-kitab serta karya-karya besar beliau yang digemari oleh berbagai pihak.

Wafatnya

Ibnul-Qoyyim meninggal dunia pada waktu isya’ tanggal 13 Rajab 751 H. Ia dishalatkan di Mesjid Jami’ Al-Umawi dan setelah itu di Masjid Jami’ Jarrah; kemudian dikuburkan di Pekuburan Babush Shagir.

Sumber:
1. Al-Bidayah wan Nihayah libni Katsir,
2. Muqaddimah Zaadil Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad, Tahqiq: Syu’ab wa Abdul Qadir al-Arna`uth,
3. Muqaddimah I’lamil Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘alamin; Thaha Abdur Ra’uf Sa’d,
4. Al-Badrut Thali’ Bi Mahasini ma Ba’dal Qarnis Sabi’ karya Imam asy-Syaukani,
5. Syadzaratudz dzahab karya Ibn Imad,
6. Ad-Durar al-Kaminah karya Ibn Hajar al-‘Asqalani,
7. Dzail Thabaqat al-Hanabilah karya Ibn Rajab Al Hanbali,
8. Al Wafi bil Wafiyat li Ash Shafadi,
9. Bughyatul Wu’at karya Suyuthi,
10. Jala’ul ‘Ainain fi Muhakamah al-Ahmadin karya al-Alusi,

Sumber : http://ahlulhadist.wordpress.com/

Siapa Asma binti Umais r.a.

Ibn Katsir menulis di dalam kitabnya Bidayah wan Nahiyah beliau ialah  Asma binti Umais bin Maadd bin Tamin al Khatsamiyyah adalah isteri Khalifah Abu Bakar ra yang sebelumnya diperisterikan oleh Jafar bin Abi Talib.

Dari perkahwinan dengan Jafar bin Abi Talib beliau  melahirkan tiga putra yakni Abdullah, Muhammad dan Aunan.[1]

Perkahwinan dengan Abu Bakar ra beliau melahirkan Muhammad bin Abu Bakar ra. Apabila Asma berkahwin dengan Ali ra, maka Muhammad bin Abu Bakar menjadi anak tiri atau anak angkat kepada Ali ra.

Setelah Abu Bakar ra meninggal dunia beliau berkahwin pula dengan Ali bin Abi Talib , adek suaminya yang pertama.[2] Beliau adalah isteri ke enam bagi Ali ra.

Perkhwinan dengan Ali melahirkan Yahya dan Muhammad al Ashgar.Ibn Katsir mengambil riwayat ini dari Ibnul Kalbi. Bagaimanapun Ibn Katsir mengatakan al Waqidi mengatakan “ Beliau memperoleh dua orang putra darinya, Yahya dan Aun, adapun Muhammad al Ashghar berasal dari ummul walad[3]. Dalam hal ini kita dapati ada perselisihan pendapat penulis sejarah.

Suatu yang istimewa dengan Asma binti Umais, beliau adalah sahabat terdekat Sitti Fatimah r.a. Asma inilah yang mendampingi Fatimah r.a. dengan setia dan melayaninya dengan penuh kasih-sayang  semasa sakit  hingga detik-detik terakhir hayatnya.[4]

Kalau demikian rapat hubungan Asma ra  dengan Fatimah ra bermakna rapat jugalah hubungan dengan Abu Bakar ra , kerana masa itu Asma adalah isteri Khalifah Abu Bakar. Perlu diingat Fatimah ra meninggal dunia enam bulan selepas Rasullah saw meninggal dunia. Jadi bagaimana boleh timbul fitnah kerengangan hubungan Fatimah ra dan Ali ra dengan Abu Bakar ra.? Dikatakan berita kewafatan Fatimah ra. telah dirahsiakan dari pengetahuan Abu Bakar ra.

Rumah Fatimah r.a @ Ali r.a  hanya ditepi masjid Nabawi, dan ABu Bakar adalh Imamnya – mungkinkah kematian Fatimah r.a menjadi rahsia? Asma bt Umais r.a yang menguruskan jenazah Fatimah r.a adalah sahabat baik Fatimah r.a adalah isteri Abu Bakar r.a!

Benarlah  maksud firman Allah :

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.”

(QS: Al Fath 29).

Tulisan ini boleh juga dibaca di sini : http://www.tranungkite.net/v9/modules.php?name=News&file=article&sid=2080


[1] kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

[2] Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.Oleh H.M.H. Al Hamid Al Husaini

[3] Ummul walad adalah hamba wanita

[4] Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.Oleh H.M.H. Al Hamid Al Husaini

Muhammad Al Fatih : Bagaimana Baginda Terbentuk

Oleh Dato Husam Musa.

 

Hari ini, 546 tahun yang silam, Muhammad bin Murad melukir satu sejarah dengan menawan kota yang sangat kuat pertahanannya – Konstantinapol.

Tulisan ini cuba melihat bagaimana seorang pemimpin seperti Muhamad Murad yang kemudiannya diberikan gelaran Muhammad Al Fatih, telah berjaya dilahirkan. Adakah di sana satu metod tertentu untuk mencetak pemimpin seperti beliau dan bagaimanakah cara untuk berbuat demikian.

Peribadi dan kepimpinan Muhammad Al Fatih menunjukkan beliau mempunyai ciri berikut;

a. Asuhan dan disiplin Islam yang kuat.
b. Mempunyai matlamat hidup yang ingin dijayakan
c. Kehendak yang kuat
d. Sabar dan ketahanan ruhani yang kuat
e. Pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan untuk misinya, atau mendapatkan bantuan pakar dalam bidang masing-masing bagi tujuan melengkapkan skil berkenaan
f. Ibadah dan pergantungan yang kuat dengan Pencipta

Sebelum isu ini dikupas lebih lanjut, kita tinjau dulu bentuk pertahanan Kota Konstantinapole itu sendiri yang sangat menakjubkan;

Kota ini berbentuk tiga segi. Dua bahagian kota menghadap laut iaitu Selat Bosporus dan Laut Marmara. Bahagian daratan dilingkungi oleh sebuah benteng yang sangat kukuh;

a. Bahagian luar kota dilingkungi oleh sebuah parit besar. Dalamnya 10 meter dan lebarnya 60 meter.
b. Ada dua tembok iaitu tembok luar dan tembok dalam. Tembok luar sahaja setinggi 25 kaki dan setebal 10 meter.
c. Tembok dalam pula setinggi 40 kaki tinggi dan 15 meter tebel.
d. Terdapat menara kawalan sepanjang tembok dalam dengan ketinggian 60 meter!
e. Terdapat 400 battalion tentera terlatih mengawal tembok ini sepanjang masa.

Dengan kedudukan pertahanan seperti itu, hampir mustahil untuk tembok ini dicerobohi.

Di bahagian laut pula, terdapat rintangan rantai besi yang kuat di letakkan di Selat Bosporus yang digunakan untuk menghalang kapal-kapal melepasinya.

Konstantinapole telah menjadi ibu kota Empayar Bizantin untuk berkurun-kurun dan dikenali sebagai kota yang paling makmur dan terkaya di Eropah. Ia terletak di pertemuan antara Asia dan Eropah dan Laut Mediterranean dan Laut Hitam. Justeru, ia sangat strategik baik dari segi perdagangan mahupun geo politik.

Sejak Rasulullah s.a.w mengungkapkan bahawa nanti Kota penting ini akhirnya akan jatuh di tangan seorang pemerentah yang terbaik, memimpin tentera yang terbaik sepanjang zaman, telah banyak percubaan dibuat untuk menawan kota ini, namun tidak berjaya. Sahabat seperti Abu Ayub Al Ansari juga telah berusaha dan mereka telah mengepung kota ini selama tujuh tahun, tetapi masih gagal.

Hanya 800 tahun selepas sabda Nabi yang Mulia itu, sabda yang menakjubkan ini menjadi kenyataan. Sultan Muhammad bin Murad yang kemudian lebih masyhur dengan gelaran Sultan Muhammad Al Fatih telah memulakan pengepungan ke atas Konstantinapole pada hari Khamis, 5 April 1453 dan berjaya membuka kota ini pada 29 Mei 1453, hari tulisan ini dipostkan.

Sungguhpun pengepungan ini berlangsung selama hampir dua bulan sahaja, program penaklukan ini telah berjalan lama!

Ia bermula apabila bapa Sultan Muhammad Al Fatih, Sultan Murad memilih guru-guru yang terpilih untuk mendidik anak raja ini, yang waktu itu, se orang anak yang nakal.

Sejak berumur sembilan tahun, Sultan Muhammad telah mengalami pendidikan disiplin yang ketat. Rasa bebas dan nakal sebagai anak raja yang masih kecil mula berakhir apabila bapa baginda memberikan kebebasan kepada guru-guru beliau untuk membentuk dan mendidik Muhammad.

Rotan turut digunakan oleh gurunya untuk mendisiplinkan anak ini. Dalam satu kejadian, Muhammad telah sengaja dirotan dengan teruknya tanpa sebarang kesalahan yang dilakukan oleh beliau. Tujuan guru beliau berbuat demikian ialah untuk membentuk perasaan belas kasihan dan sikap adil dan saksama dalam jiwa bakal Sultan ini. Supaya nanti baginda dapat mengambil keputusan berpaksikan keadilan dan memahami perasaan orang-orang yang tidak diperlakukan dengan adil!

Sultan Muhammad dibimbing untuk menghafal Al Qur’an. Dilatih untuk sembahyang malam. Dibentuk menjadi wara’ dan zuhud. Diasuh mencintai ilmu dan ulama’. Mempunyai budi pekerti yang baik dan perasaan yang halus. Keunggulan pendidikan keruhanian Sultan Muhammad ternyata apabila baginda akan dilantik menggantikan bapanya secara rasmi sebagai pemerentah Kesultanan Uthmaniah, beliau menangis teresak-esak. Gurunya lah yang telah mengarahkan beliau menerima tanggungjawab itu atas hujjah bahawa se orang berkaliber seperti beliau wajib memikul amanah ummah dan itu jihad dan ibadah yang lebih besar.

Pendidikan Sultan Muhammad di istana baginda hampir komprehensif. Sebagai bakal raja dalam persekitaran Eropah dan pusat perdagangan dan diplomatik, baginda dapat berbahasa lebih dari lima bahasa. Sudah tentu baginda fasih dalam bahasa Arab.

Baginda juga diajar matapelajaran sejarah, geografi dan astronomi. Pakar ketenteraan juga diundang untuk memberikan pendedahan ketenteraan kepada beliau.

Lama sebelum program pembebasan Konstantinapole dimulakan, Muhammad Al Fateh telah berbincang dengan pakar sejarah dan ketenteraan mengenai sebab-sebab kegagalan ekpedisi penawanan Konstantinapole sebelum ini. Apa rahsia kekuatan pertahanan kota itu dianalisa. Bagaimanakah caranya untuk mengatasi halangan-halangan itu juga dibincangkan.

Dari perbincangan itu, antara lain mereka mengenal pasti hal berikut;

a. Dinding tembok itu terlalu tebal dan pada waktu itu belum ada teknologi yang boleh meruntuhkannya. Sultan Muhammad telah mengarahkan dicari satu teknologi yang boleh meruntuhkan tembok itu.

Tentera baginda akhirnya berjaya mencipta meriam yang paling canggih dengan bantuan seorang pakar senjata bangsa Hungary yang telah diculik dari kurungan dalam penjara Konstantinapol dengan mengorek lubang bawah tanah yang dalam dan panjang!.

Berat setiap meriam ciptaan baru ini ialah 700 pauns! Ia perlu ditarik oleh 100 ekor kuda dan seratus orang tentera. Bila diletupkan, bunyinya boleh didengar sejauh 13 batu! Setiap tembakannya akan menyebabkan tembok yang kuat berlubang seluas enam kaki. Nah! Benteng besar itu sekarang telah menemui ruasnya.

b. Rantai besi yang kuat yang dirintangi menghalang laluan kapal. Ia menghalang bantuan dan pergerakan melalui laut.

Sultan Muhammad telah mencipta satu plan luar biasa mengatasi halangan ini. Ia adalah antara rekod sejarah yang menakjubkan dari segi kreativiti dan kekuatan keinginan seorang pemimpin. Baginda mengarahkan pembinaan kapal di daratan. Dibuat pada sebelah malam supaya tidak disedari oleh musuh. Mesti disiapkan dalam masa yang singkat. Kapal ini diluncurkan dari daratan sejauh 5km ke lautan dengan meletakkannya tergelunsur di atas batang-batang kayu yang telah diatur dan telah diminyakkan untuk melicinkan perjalanan kapal-kapal itu.

Pada masa yang telah ditetapkan, kapal-kapal ini dilancarkan dari daratan dan muncul di depan Kota Konstantinapole sebelah lautan dengan melepasi rantai besi yang telah terpasang! Ia memeranjatkan tentera musuh. 400 kapal musuh terbakar dan serangan dari lautan berjalan serentak dengan pengepungan sebelah daratan.

c. Lazimnya bila tentera sampai di pantai menghadap Kota ini, mereka terdedah kepada serangan musuh kerana kawasan yang terbuka dan jika sekiranya satu benteng pertahanan mengelakkan serangan hendak dibina, ia memakan masa selama setahun.

Sultan Muhammad telah mengarahkan benteng pertahanan menghadap tembok kota Konstantinapole itu dibina dalam masa tiga bulan dengan menggunakan segala teknik pembinaan semasa yang canggih. Benteng Rumeli Hissari dibina di tebing sebelah Eropah, lebih kurang 5 batu dari Kota Konstantinople di mana Selat Bosphorus adalah yang paling sempit. Ia dibina bertentangan dengan Benteng Anadolu Hisar di tebing sebelah Asia yang telah dibina oleh Sultan Bayazid Yildirim dahulu.Ia memang berjaya disiapkan seperti direncanakan.

Dari mana kekuatan keinginan seorang pemimpin ini diperolehi oleh Sultan Muhammad? Gurunya bukan sekadar menyuntikkan kekuatan ruhani kepada bakal Sultan in, tetapi juga telah menyuntik sikap terbuka terhadap teknik dan teknologi baru yang diperlukan untuk misi mereka. Mereka juga menyuntik sikap berminda strategik dan kreatif.

Sultan Muhammad dapat menganalisa dengan tepat permasaalahan dan mencari jalan penyelesaian terhadap setiap permasalahan itu secara praktikal sebelum melancarkan misinya.

Tetapi yang paling penting, sejak kecil lagi guru-guru baginda telah membentuk minda baginda untuk merasakan dirinya lah yang disebutkan oleh Rasulullah s.a.w sebagai raja terbaik yang memimpin tentera terbaik yang akan dapat membebaskan Konstantinbapole. Sasaran, visi dan misi yang jelas, yang disuntikkan ke dalam minda banginda ternyata berkesan. Dari kecil, Sultan Muhammad mengimpikan bagindalah pembebas itu!

Baginda bergerak selari dengan impian ini. Akhirnya, ia adalah sebiuah kenyataan.

Dari sudut kepimpinan, bapa baginda seorang yang berpandangan jauh. Sejak umur 14 tahun, Muhammad telah diminta menguruskan empayar dengan alasan, bapanya ingin menumpukan kepada ibadah. Namun, dalam dua keadaan kritikal, bapa baginda pulang semula untuk memimpin Kerajaan Uthmaniah. Selepas ancaman kritikal itu diatasi, Muhammad diberikan peluang untuk menguruskan semula empayar yang sedang berkembang itu. Melalui pendedahan berbentuk bimbingan ini, Muhammad terlatih menjadi pemimpin yang berkualiti. Ditambah, sepanjang hayat baginda, guru-guru baginda yang menjadi rujukan keruhanian dan kebijaksanaan, sentiasa bersama baginda. Hatta, ketika pengepungan kota itu berlangsung, gurunya mengimamkan solat hajat semua tentera Sultan Muhammad.

Melihat 150,000 tentera Islam berbaris rapi untuk bersolat di luar kota itu, cukup untuk menakutkan musuh yang sedang berkawal dalam kota!

Pada hari pembukaan Kota Kontantinapole yang bersejarah itu, Sultan Muhammad bersujud syukur. Sepanjang kempen, baginda tidak putus-putus mengarahkan tenteranya bertakbir dan melaungkan slogan-slogan bersemangat, termasuk motivasi berasaskan hadis Nabi bahawa Konstantinapole akan dibebaskan oleh tentera yang terbaik dan merekalah tentera terbaik yang dijanjikan oleh Nabi itu.

Pada kali pertama solat Jumaat hendak didirikan di dalam Kota Konstantinapole yang baru sahaja dibebaskan, timbul pertanyaan siapa yang layak menjadi imam solat Jumaat yang pertama itu. Baginda memerintahkan kesemua tenteranya termasuk dirinya berdiri dan diikuti pertanyaan: “Siapa di antara kita sejak baligh hingga sekarang pernah meninggalkan solat fardhu walau sekali sila duduk!”. Tiada seorang pun yang duduk, kerana  tidak seorang pun di antara mereka pernah meninggalkan solat fardhu.
Pertanyaan seterusnya, “Siapa di antara kita yang sejak baligh hingga kini pernah meninggalkan solat sunat rawatib sila duduk!”. Sebahagian daripada tenteranya duduk.
Kemudian Baginda bertitah, “Siapa di antara kamu sejak baligh hingga ke saat ini pernah meninggalkan solat tahajjud walaupun satu malam, sila duduk!”. Kali ini semuanya duduk, kecuali  Sbaginda sendiri sahaja yang tetap berdiri! Subhaanallah! Baginda tidak pernah meninggalkan solat fardhu, Solat Sunat Rawatib dan Solat Tahajjud sejak baligh. Tepatlah janji Rasulullah s.a.w dan kota ini kemudian bertukar nama kepada Instanbul.

Sekarang, marilah kita mengenali secara ringkas guru-guru yang berjasa besar membentuk Sultan Muhammad.

Pertama, Ahmad ‘ibn Ismail Al-Kori:
Guru istimewa ini menunjukkan role model kepada Sultan Muhammad. Seorang yang wara’, tidak menyembah Sultan sama seperti orang lain memberikan tunduk hormat, memanggil nama Sultan dan kerabat mereka dengan nama mereka masing-masing tanpa sebarang panggilan gelaran, Bersalaman dengan mereka tanpa mencium tangan mereka.
Sepanjang Ramadhan, Sultan Muhammad menghadhiri kelas mentafsir ayat-ayat Al Qur’an yang diadakan di istana baginda selepas solat zuhur, dengan guru-guru yang bersilih ganti.

Ahmad ibn Ismail lah yang mengajarkan Al Qur’an, hukum-hukum agama dan kepatuhan padanya. Ia juga membentuk rasa taqwa dalam jiwa Sultan Muhammad dengan berbagai cara, termasuk nasihat-nasihat yang berkaitan dengan tugas pemerentah.

Kedua ialah Sheikh Muhammad bin Hamzah al-Rrouhy, lebih dikenali sebagai Ba’q Shamsuddin. Beliau meninggalkan kesan yang sangat mendalam terhadap keperibadian Sultan Muhammad. Beliau telah menginspirasikan Sultan MUhammad meningkatn aktiviti dakwah dan keislaman di bawah Empayar Othmaniah sebagai satu cara memperkuatkan empayar tersebut. 
Beliaulah yang paling giat meyakinkan Sultan Muhammad bahawa beliau adalah raja terpilih seperti yang dimaksudkan oleh Rasulullah s.a.w dalam sabdanya itu.
Selain mengajarkan teras-teras ilmu Islam, Shamsuddin juga bertanggungjawab mengajar sains, matematik, sejarah, strategi perang, astronomi dan lain-lain. Beliaulah yang telah merotan Muhammad di masa kecil tanpa sebab. Beliaulah yang mententeramkan Sultan Muhammad yang menangis kerana enggan menjadi raja. Beliaulah yang telah ditanya oleh Sultan Muhammad samada beliau boleh bersara selepas lama memerentah kerana ingin menumpukan kepada ibadah tetapi dijawab, ibadah sebagai Sultan yang adil adalah lebih berharga lagi. Shamsuddin meletakkan insipirasi dalam dada Sultan, memberikan baginda tujuan dan misi pemerentahan yang jelas dan bersama baginda sehingga cita-cita itu tercapai. Kerana itu lah, beliau dikenali sebagai Penakluk Ruhani Konstantinapole. Guru yang merancang lahirnya seorang pemimpin dan terukirnya sebuah sejarah. Insan pada sisi lain Sultan Muhammad Al Fatih.

 

Imam An Nawawi (631-675 H )

Nama dan Nasabnya

Beliau adalah Al Imam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Murri bin Hasan bin Hussain bin Jumu’ah bin Hizam Al Hizamy An Nawawi Asy Syafi’i.

Kelahirannya

Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 631 H di Nawa daerah Hauran termasuk wilayah Damaskus Syiria.

Sifat – sifatnya

Beliau adalah tauladan dalam kezuhudan, wara’, dan memerintah pada yang ma’ruf dan melarang pada yang mungkar.

Pertumbuhannya

Ayahandanya mendidik, mengajarnya, dan menumbuhkan kecintaan kepada ilmu sejak usia dini. Beliau mengkhatamkan Al Qur’an sebelum baligh. Ketika Nawa tempat kelahirannya tidak mencukupi kebutuhannya akan ilmu, maka ayahandanya membawanya ke Damaskus untuk menuntut ilmu, waktu itu beliau berusia 19 tahun. Dalam waktu empat setengah bulan beliau hafal Tanbih oleh Syairazi, dan dalam waktu kurang dari setahun hafal Rubu’ Ibadat dari kitab muhadzdzab.

Setiap hari beliau menelaah 12 pelajaran, yaitu dua pelajaran dalam Al Wasith, satu pelajaran dalam Muhadzdzab, satu pelajaran dalam Jamu’ baina shahihain, satu pelajaran dalam Shahih Muslim, satu pelajaran dalam Luma’ oleh Ibnu Jinny, satu pelajaran dalam Ishlahul Manthiq, satu pelajaran dalam tashrif, satu pelajaran dalam Ushul Fiqh, satu pelajaran dalam Asma’ Rijal, dan satu pelajaran dalam Ushuluddin.

Guru – guru

Di antara guru – gurunya dalam ilmu fiqh dan ushulnya adalah Ishaq bin Ahmad bin Utsman Al Maghriby, Abdurrahman bin Nuh bin Muhammad Al Maqdisy, Sallar bin Hasan Al Irbily, Umar bin Indar At Taflisy, Abdurrahman bin Ibrahim Al Fazary.

Adapun guru – gurunya dalam bidang hadits adalah Abdurrahman bin Salim Al Anbary, Abdul Aziz bin Muhammad Al Anshory, Khalid bin Yusuf An Nabilisy, Ibrahim bin Isa Al Murady, Ismail bin Ishaq At Tanukhy, dan Abdurrahman bin Umar Al Maqdisy.

Adapun guru – gurunya dalam bidang Nahwu dan Lughah adalah Ahmad bin Salim Al Mishry dan Izzuddin Al Maliky.

Murid – muridnya

Di antara murid muridnya adalah Sulaiman bin Hilal Al Ja’fary, Ahmad bin Farrah Al Isybily, Muhammad bin Ibrahim bin Jama’ah, Ali bin Ibrahim Ibnul Aththar, Syamsuddin bin Naqib, Syamsuddin bin Ja’wan dan yang lainnya.

Pujian para ulama kepadanya

Ibnul Aththar berkata,

“Guru kami An Nawawi disamping selalu bermujahadah, wara’, muraqabah, dan mensucikan jiwanya, beliau adalah seorang yang hafidz terhadap hadits, bidang – bidangnya, rijalnya, dan ma’rifat shahih dan dha’ifnya, beliau juga seorang imam dalam madzhab fiqh.”

Quthbuddin Al Yuniny berkata,

“Beliau adalah teladan zamannya dalam ilmu, wara’, ibadah, dan zuhud.”

Syamsuddin bin Fakhruddin Al Hanbaly,

“Beliau adalah seorang imam yang menonjol, hafidz yang mutqin, sangat wara’ dan zuhud.”

Aqidahnya

Al Imam An Nawawi terpengaruh dengan pikiran Asy ‘ariyyah sebagaimana nampak dalam Syarh Shahih Muslim dalam mentakwil hadits – hadits tentang sifat – sifat Allah. Hal ini memiliki sebab – sebab yang banyak di antaranya ;

  1. Terpengaruh dengan pensyarah Shahih Muslim yang sebelumnya seperti Qadhi Iyadh, Maziry, dan yang lainnya, karena beliau banyak menukil dari mereka ketika mensyarah Shahih Muslim.
  2. Beliau belum sempat secara penuh mengoreksi dan mentahqiq tulisan – tulisannya, tetapi beliau tidak mengikuti semua pemikiran Asy’ariyyah bahkan menyelisihi mereka dalam banyak masalah.
  3. Beliau tidak banyak mendalami masalah Asma’ wa Sifat, sehingga banyak terpengaruh dengan pemikiran Aay’ariyyah yang berkembang pesat di zamannya.

Di antara keadaan – keadaannya

Ibnul Aththar berkata,

“Guru kami An Nawawi menceritakan kepadaku bahwa beliau tidak pernah sama sekali menyia – nyiakan waktu , tidak di waktu malam atau di waktu siang bahkan sampai di jalan beliau terus dalam menelaah dan manghafal.”

Rasyid bin Mu’aliim berkata,

“Syaikh Muhyiddin An Nawawi sangat jarang masuk kamar kecil, sangat sedikit makan dan minumya, sangat takut mendapat penyakit yang menghalangi kesibukannya, sangat menghindari buah – buahan dan mentimun karena takut membasahkan jasadnya dan membawa tidur, beliau sehari semalam makan sekali dan minum seteguk air di waktu sahur.”

Kitab-kitabnya

Di antara tulisan – tulisannya dalam bidang hadits adalah Syarah Shahih Muslim, Al Adzkar, Arba’in, Syarah Shahih Bukhary, Syarah Sunan Abu Dawud, dan Riyadhus Shalihin.

Diantara tulisan – tulisannya dalam bidang ilmu Al Qur’an adalah At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an.

Wafat

Al Imam An Nawawi wafat di Nawa pada 24 Rajab tahun 676 H dalam usia 45 tahun dan dikuburkan di Nawa. semoga Allah meridhoinya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya.

Sumber: Tadzkiratul Huffadzoleh Adz Dzahaby 4 / 1470 – 1473 dan Bidayah wan Nihayah oleh Ibnu Katsir 13/230 – 231.